Shadow Word generated at Pimp-My-Profile.com

Jumat, 31 Desember 2010

Mutiara hikmah Ahlulbayt : Shalat




          Ahlulbayt nabi saw adalah teladan kita dalam segala hal. Apalagi dalam hal ibadah kepada Allah swt. Maka, akan sangat merugi apabila kita tidak mengambil dari mereka as ilmu maupun teladan yang pasti akan sangat berguna bagi kita dalam menyiapkan bekal kita ke akhirat kelak.

Mutiara hikmah Ahlulbayt : kedua orang tua



         
          Imam Shodiq as : dalam menafsirkan firman Allah ‘dan katakanlah kepada mereka dengan perkataan yang santun’ berkata : “jika kedua orang tuamu memukulmu, maka ucapkanlah kepada mereka ‘semoga Allah mengampuni kalian berdua’ “ (biharul anwar; juz 74, hal 39)

Mutiara Hikmah Ahlulbayt : Membaca Al-qur’an


         
Tidak diragukan lagi Al-qur’an adalah salah satu pusaka abadi yang diwasiatkan oleh Rasulullah saw, sebagaimana dalam hadits yang sangat masyhur, yang dinamakan dengan hadits tsaqalain, Rasul saw bersabda
“Sesungguhnya telah kutinggalkan kepada kalian dua pusaka berharga yang ketika kalian berpegang kepada keduanya kalian tidak akan pernah tersesat setelahku selama-lamanya, yaitu Kitabullah (al-qur’an) dan ‘itrahku (ahlulbaytku)”

Dari hadits diatas, maka akan sangat miris apabila kita coba memisahkan al-qur’an dari Ahlulbayt ataupun sebaliknya memisahkan Ahlulbayt dari al-qur’an. Sehingga akan sangat beruntung apabila kita mengikuti Al-qur’an dan pada saat yang sama kita juga taat dan patuh pada Ahlulbayt, para penjelas dan penafsir Al-qur’an yang sebenarnya.

Sekarang, mari kita lihat betapa pentingnya membaca al-qur’an menurut Ahlulbayt nabi saw.

Imam Muhammad al-baqir as berkata “Pengikut Ali adalah yang banyak melakukan shalat dan banyak pula membaca al-qur’an” (Shifat asy-syiah, hal 167)

Imam Ali al-murtadha as berkata “ketahuilah! Al-qur’an itu pemberi petunjuk pada siang hari, dan cahaya untuk malam gulita bagi yang harus membanting tulang dan ada dalam kesulitan” (al-kafi, juz 2, hal 439)

Dari dua hadits ini dapat kita ambil hikmah yaitu seorang pengikut Ali, yang menurut Rasul saw adalah sebaik-baik makhluk, haruslah banyak membaca al-qur’an karena menurut imam Ali al-qur’an adalah penolong kita dalam menghadapi dunia ini.

Tapi ada sebuah peringatan bagi kita. Bahwasannya kita tidak boleh memmpermainkan ayat-ayat al-qur’an. Imam Ali al-murtadha as berkata
“siapa yang membaca al-qur’an dari umat ini, tapi masuk neraka, penyebabnya karena telah mempermainkan ayat-ayat al-qur’an” (tafsir ayasyi, juz 1, hal 120)

“Ya Allah, sebagaimana dengan Al-qur’an Kau jadikan Muhammad petunjuk jalan
Dan melalui keluarganya Kau jelaskan jalan untuk mencapai ridhoMu
Sampaikan Shalawat kepada Muhammad dan keluarganya
Jadikanlah Al-qur’an
wasilah kami untuk mencapai kedudukan kemuliaan tertinggi
tangga agar kami naik ke temapt kesejahteraan
sebab untuk mendapatkan pahala keselamatan dipadang kiamat
sarana untuk mencapai kenikmatan taman abadi”
(Imam Ali zainal abidin as dalam Shahifah Sajjadiyah, doa ke 42, bait ke 8)


Kpg, 13-09-10

Pernikahan mut’ah (fleksibel)



          Ada dua pendapat dalam tubuh umat islam dalam menyikapi pernikahan mut’ah ini, sebagian umat islam (ahlussunnah) percaya bahwa pernikahan semacam ini tidak sah. Alasannya, Nabi Muhammad saww memang pernah menghalalkan pernikahan semacam ini, tapi kemudian Nabi saww mengharamkannya untuk selama-lamanya. Sebagian umat islam yang lain (ahlulbayt) berpandangan sebaliknya, mereka percaya bahwa Nabi tidak pernah mengharamkan pernikahan ini, setelah beliau saww menghalalkan pernikahan mut’ah ini.

Tujuan Nikah Mut’ah (fleksibel)




Pernikahan mut’ah tidak dimaksudkan sebagai sautu alternatif untuk pernikahan permanen, tapi sebaliknya merupakan suatu pilihan bagi orang-orang yang tidak mampu memenuhi syarat-syarat pernikahan permanen. Menyatakan bahwa pernikahan permanen pasti memenuhi semua kebutuhan adalah pendapat yang bodoh berdasarkan pengamatan yang cermat atas masyarakat. Imam Ali as, dikutip telah mengucapkan hal berikut tentang ini “Ia (pernikahan fleksibel) dibolehkan dan secara mutlak diizinkan bagi siapapun yang kepadanya Allah belum menyediakan sarana pernikahan permanen sehingga ia bisa disucikan dengan melakukan mut’ah” (Wasa’il, jld 14, hal 449-450)

Imam Husain as dan kebangkitannya




Mukaddimah
          Dunia islam tentu sudah tidak asing lagi dengan nama Husain bin Ali bin Abi Thalib as. Selain dikenal sebagai cucunda nabi, beliau juga terkenal sebagai Sayyidus-syuhada (Pemimpin para syahid). Julukan yang mulia ini disematkan pada beliau karena keagungan pengorbanannya di padang tandus bernama Karbala, Irak.

Mengapa Al-mahdi dijuluki IMAM ZAMAN?


Apakah karena beliau muncul pada zaman terakhir..? atau bagaimana..??

Kita ketahui bahwa suatu gelar mencerminkan kepribadian manusia, sifat dan ciri2nya diproyeksikan melalui gelar tersebut. Sebagaimana Nabi yang terakhir kita yaitu Nabi Muhammad saww yang secara khusus disebutkan dalam kitab suci Al-qur’an sebagai ‘rahmatan lil ‘alamin’ yang keberadaannya merupakan sumber dan asas rahmat di dunia dan diakhirat. Demikian pula halnya dengan keturunannya yang diberkati, diantaranya Imam Al-Mahdi afs(‘ajjalallahu farajahu asy-syariif) dimana beliau menyandang gelar yang mulia yaitu ‘IMAM ZAMAN’. Dimana gelar ini, memiliki makna yang penting dan seringkali –dalam do’a dan percakapan- kita mendengar ‘Imam Zaman’ dan secara langsung hati dan pikiran kita tertuju pada imam Mahdi afs yang agung yang kita tunggu keberadaannya dialam ini.
Tapi sayang, walaupun kita sering dan terbiasa mendengar gelar tersebut, namun kita belum pernah terusik/tergugah untuk mengetahui makna dan fakta2 yang tepaut dalam gelar tersebut, dikarenakan keragua-raguan sedang berkecambah dalam hati dan pikiran kita.
Mungkin dari sinilah kita kita akan sedikit menyingkap tentang makna dan fakta-fakta yang terkandung dalam gelar ‘imam zaman’ yang disandang oleh Al-imamul Mahdi afs.
Bahwasannya Imam Zaman, Shohib Ashr ataupun Wali Ashr tak lain adalah sinonim yang secara langsung terkait dengan ‘juru selamat’ yang terakhir yaitu imam Mahdi afs. Maka semua nama nisbatan diatas merupakan kombinasi antara dua kata yaitu, ‘Imam’, ‘Wali’ ataupun ‘Shohib’ dan ‘zaman’ serta ‘ashr’. Seorang imam disebut demikian karena ia selalu memimpin setiap orang kecuali Tuhan, sementara yang lain dibelakang, ia selalu memimpin sedangkan yang lain diarahkan dan dipandu olehnya. Sebagimana dalam shalat berjamaah ma’mum mengikuti semua gerak-gerik imam, ketika imam ruku’, ma’mum akan ruku’ dst, sedangkan ‘wali’ atau ‘shahib’ artinya ‘guru’ dan ‘pemimpin’ demikian pula para pengikut didikte oleh pemimpinnya, dan ‘zaman’ artinya ‘lapis keberadaan’ atau ‘seluruh penciptaan’
Jadi ketika kita menyebut Imam Mahdi afs, sebagai ‘imam zaman’, ‘shohibuz-zaman’ bukan karena pendirian agama semata, bukan hanya karena muncul di zaman yang terakhir, melainkan bahwa beliau adalah salah seorang pemimpin yang dimana semua makhluk tertutup dalam lapisan ini dan tidak ada satupun dibawah langit dan diatas bumi berada diluar lapis eksistensi. Bahkan seluruh ciptaan, langit, bumi, dulan gemintang dst berada dalam satu penguasaan yaitu penguasaan IMAM ZAMAN.
Hal ini tersirat dalam
hadits qudsi yg berbunyi :
“wahai hambaKu! Ta’atilah Aku, maka akan Aku jadikan kamu sepertiKu. Aku katakan kepada sesuatu, ‘jadilah’ maka ‘jadilah’, dan engkau katakan kepada sesuatu ‘jadilah’ maka ‘jadilah’(biharul anwar 9/376, jld 24, hadits ke 376)
Dan juga ayat al-qur’an yang berbunyi :
”Sesungguhnya muka bumi ini kepunyaan Allah. la mewariskan kepada orang-orang yang Ia sukai, dan akhir yang baik diperuntukkan bagi orang-orang beriman.. " (QS. al-A'raf:128).
Wallahu a’lam.
Oleh : Ali s. disadur diambil dari buku “Imam mahdi sebagai simbol perdamaian dunia”

Berjalan di Atas Bara Api, Upacara Duka Sekte Hindu di Bulan Muharram

Berjalan di atas bara api adalah amalan yang telah sangat dikenal dalam agama Hindu. Namun mengkhususkan hal tersebut selama bulan Muharram menjadi sangat istimewa.
Menurut Kantor Berita ABNA, salah satu sekte dari agama Hindu yang bermukim di desa Tamil Nadu, India  selama bulan Muharram setiap tahunnya melakukan upacara khusus dengan berjalan di bara api. Di desa tersebut bermukim sekitar 400 keluarga dan kesemuanya beradama Hindu dan tak seorangpun penduduk desa tersebut beragama Islam. Namun setiap tahunnya mereka menghormati bulan Muharram dengan mengadakan upacara dan acara peringatan khusus.