Shadow Word generated at Pimp-My-Profile.com

Selasa, 16 April 2013

Membongkar Kedustaan Voa-Islam Mengenai Fatwa Ayatullah Sistani

Foto Asli?
Menurut Kantor Berita ABNA, Voa-Islam sebuah media berita yang mulai beroperasi pada tanggal 1 Juni 2009 dengan salah satu misinya, "Menjadi media terpercaya yang mengedepankan kebenaran dan keadilan secara professional", kembali menyebar fitnah terhadap ulama marja taklid Syiah. Dengan mengambil kesimpulan secara sembrono redaksi Voa-Islam menulis berita, "Mut’ah dengan Putri Ulama Syiah menyebabkan Kekal di Neraka Bersama Iblis".
Berikut nukilan postingan berita yang dimuat di page Voa-Islam:
Mut’ah dengan Putri Ulama Syiah menyebabkan Kekal di Neraka Bersama Iblis

Sebuah Fatwa yang hanya menguntungkan ulama Syiah, dan merugikan awam Syiah dikeluarkan oleh kantor Samahah As-Sayyid Ayatullah Al-Uzhma Sistani bertanggal 3/9/1421 H bernomor 333, berikut ini,
Penanya: Bagaimana hukumnya jika saya memut’ah anak Anda dan Anda memut’ah anak saya? Perlu diketahui anak saya telah berusia 6 (enam) tahun.
Jawaban: Mut’ah halal bagiku terhadap siapa saja yang saya mau. Karena saya termasuk Ahlul Bait. Saya punya hak untuk itu. Meskipun anak itu masih kecil, kami akan berikan dia wawasan tentang nikah mut’ah.
Adapun Anda memut’ah anak saya, maka itu tidak boleh! Bahkan ini termasuk dosa besar! Anda kekal di neraka bersama Iblis di Neraka. Dan Anda wajib hilangkan pemikiran setan ini dari kepala Anda.
Fatwa oleh Sistani
Tanggapan ABNA:
Pertama, dari pertanyaan yang diajukan dapat dipastikan penanya bukanlah dari kalangan mazhab Syiah, sebab seorang Syiah meskipun awam sekalipun tidak akan mengajukan pertanyaan yang menunjukkan ketidak pahaman mengenai nikah Mut'ah. Syiah awam sekalipun, akan paham nikah Mut'ah sama halnya dengan nikah da'im yang meniscayakan haramnya seorang mertua menikahi anak menantunya. Maka pertanyaan tersebut pada hakikatnya sama sebagaimana dengan pertanyaan yang diajukan kepada seorang muslimah yang telah bersuami, "Kalau memang Islam menerima poligami, bolehkah saya menikahimu dan menjadikanmu sebagai istri yang kedua?". Maka pertanyaan yang seperti ini bisa dipastikan tidak akan pernah diajukan oleh seorang muslim meski paling awam sekalipun, sebab telah sangat diketahui bahwa seorang perempuan yang masih sedang bersuami tidak boleh dilamar apalagi dinikahi. Jadi bisa dipastikan penanya bukan dari kalangan Islam. Jawaban yang diberikan muslimah tentu saja penolakan, "Tidak boleh, pertama, karena kamu bukan muslim (kalaupun muslim kamu terlalu bodoh mengenai agamamu sendiri), kedua karena saya sedang memiliki suami." Dan karena muslimah tersebut memberikan jawaban tidak boleh atas pertanyaan yang diajukan maka kesalahan fatal, jika penanya lantas menyimpulkan, muslimah tersebut menolak hukum bolehnya poligami.
Demikian pula yang dimaksudkan, Ayatullah Sistani. Bahwa karena beliau bermazhab Ahlul Bait yang menghalalkan nikah mut'ah sebagaimana dihalalkannya oleh Rasulullah Saw dengan syarat-syarat yang telah diatur dalam fiqh, maka beliau punya hak untuk melakukannya. Sementara penanya yang bukan dari kalangan mazhab Ahlul Bait yang mengharamkan nikah mut'ah bahkan menganggapnya sama dengan zina bahkan lebih jahat dari itu, maka tentu sesuai akidahnya yang menyebut itu dosa besar maka dia akan masuk neraka dan kekal bersama Iblis. Karena itu beliau menyarankan, untuk menghilangkan pikiran dan niat untuk melakukan mut'ah sebagaimana penanya yakini sebagai dosa besar sejak awal dari kepalanya.
Redaksi Voa-Islam tidak jujur dalam menerjemahkan kalimat, لكن با لنسبت اليك فلا يجوز  dengan menulis "Adapun Anda memut’ah anak saya, maka itu tidak boleh!" Terjemahan yang benar, "Akan tetapi terhadap dirimu maka tidak boleh..!" Kekeliruan yang tentu disengaja tersebut  untuk menyembunyikan hakikat mazhab dan keyakinan si penanya, yang dalam aqidahnya nikah mut'ah itu haram, karenanya Ayatullah Sistani memberikan jawaban dengan maksud, "Sementara anda (sipenanya) tentu tidak boleh bermut'ah (dengan siapapun bukan hanya dengan puteri ulama Syiah) karena dalam keyakinan anda nikah mut'ah itu haram dan termasuk dosa besar, sehingga jika anda melakukannya maka anda akan masuk neraka bersama Iblis sebagaimana keyakinan anda itu."
Jadi ketika Ayatullah Sistani menyatakan nikah mut'ah tidak boleh dilakukan oleh penanya, bukan ulama Syiah tersebut yang egois dan mementingkan dirinya sendiri melainkan penanya sendiri yang mempersulit dirinya, meyakini nikah Mut'ah haram, namun justru berpikir dan berencana buat melakukannya.
Kedua, surat tersebut sangat besar kemungkinannya adalah rekayasa yang sengaja dibuat untuk menyebar stigma negatif terhadap ulama Syiah. Ayatullah Sistani atas pertanyaan-pertanyaan masalah syar'i yang diajukan kepada beliau senantiasa memberikan jawaban dengan tulisan tangan, bukan dengan ketikan. Hal yang ganjil lainnya, tercantum dibawah surat tulisan Iran-Qom yang menunjukkan surat tersebut beralamatkan di kota Qom Iran sementara Ayatullah Sistani bukan bermukim di kota Qom Iran melainkan di kota Najaf Irak.
Kesimpulan: Kalaupun surat itu benar berisi fatwa dan jawaban dari Ayatullah Sistani sebagaimana yang telah dijelaskan hal tersebut tidak membenarkan fitnah Voa-Islam yang menyebut fatwa tersebut hanya menguntungkan ulama Syiah, dan merugikan awam Syiah. Dan kalau memang pada kenyataannya jawaban tersebut bukan dari Ayatullah Sistani melainkan rekayasa dari pihak-pihak anti Syiah maka dikatakan perbuatan tersebut adalah fitnah yang termasuk dosa besar. Sayang, isu ini sangat digemari mereka yang anti pati terhadap Syiah dan disebarkan secara progresif melalui media-media dan jaringan sosial tanpa ada upaya tabayyun terlebih dahulu sebagaimana  yang diperintahkan dalam agama.
"Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu." (Qs. Al Hujurat: 6)
Ayatullah Sistani telah berkali-kali mendapatkan fitnah dari pihak yang aktif menyebarkan permusuhan dan kebencian terhadap Syiah dan mazhab Ahlul Bait. Mulai fitnah yang menyebutkan beliau tidak tahu bahasa Arab (padahal beliau mengajar di Hauzah Ilmiyah di Najaf Irak yang berbahasa Arab dan telah menulis banyak kitab-kitab agama berbahasa Arab) sampai menyebarnya fatwa yang dinisbatkan kepada beliau yang menyebutkan Ayatullah Sayyid Sistani hf telah memfatwakan bolehnya menggauli hewan.
Berikut pernyataan Kantor Resmi Ayatullah al-Udzma as- Sayyid Ali as-Sistani di Najaf-Irak mengenai fatwa-fatwa palsu yang mengatasnamakan Ayatullah Sayyid Sistani hf yang bertanggal 22 Dzulqa'dah 1426 H:
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Seperti yang telah anda ketahui bahwa sembilan persepuluh dari agama wahabi adalah kebohongan, betapa banyak kebohongan dan pemalsuan dari mereka yang berkelanjutan dan salah satunya mereka membawakan fatwa palsu yang dinisbatkan kepada kantor yang terhormat Marja dini A’la Ayatullah al’udzma Sayyid Ali Sistani Dâma ‘Izzuhu, dan kenyataannya mereka wahabi menyebarkan fatwa (palsu) ini di kelompok mereka sendiri dengan maksud untuk penghinaan terhadap fiqih syiah dan kepribadian marja kami Al Adzim Dâma ‘Izzuhu...
***
Bagi yang ingin mengetahui lebih banyak mengenai ulama besar Syiah yang senantiasa aktif menyerukan persatuan Islam dan pendekatan mazhab-mazhab antar Islam ini bisa mengunjungi situs resmi beliau di www.sistani.org yang tersedia dengan 6 pilihan bahasa: Urdu, Turki, Perancis, Inggris, Persia dan Arab. Pengikut dan muqallid beliau tersebar dibanyak Negara.
Petunjuk dan hidayah bagi yang mereka menghendaki keselamatan dan menghindari fitnah dan kedustaan.
"(Ingatlah) di waktu kamu menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut dan kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikit juga, dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja. Padahal dia pada sisi Allah adalah besar.  (Qs. An Nuur: 15)
*keterangan foto: Surat pernyataan bantahan atas merebaknya fatwa-fatwa palsu yang mengatasnamakan Ayatullah Sistani. Dikeluarkan Kantor Resmi Ayatullah al-Udzma as- Sayyid Ali as-Sistani di Najaf-Irak bertanggal 22 Dzulqa'dah 1426 H.
Sumber: ABNA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar