Shadow Word generated at Pimp-My-Profile.com

Sabtu, 26 Februari 2011

Teman, Imam Zaman selalu memerhatikanmu dimanapun kau berada

Sore itu, Hasan membuka kotak masuk di akun Facebooknya. Seperti dugaannya, terdapat pesan dari sahabat karibnya, Rasyid. Semenjak Rasyid meninggalkan Indonesia demi mengejar setetes ilmu di negeri paman sam (Amerika), dua sahabat ini hanya berhubungan lewat dunia maya. Sudah hampir dua bulan ini, Rasyid tak pernah menghubunginya. Kali ini, Rasyid menghubunginya namun seakan dia telah berubah jauh. Rasyid tengah dilanda kejenuhan dan keraguan. Rasyid baru saja mengenal Ahlulbayt, tapi sekarang dia harus hidup tanpa seorang temanpun yang meyakini imamah Ahlulbayt as. Di Amerika sana, Rasyid sedemikian sibuk mencari ilmu yang tak mengantarnya menuju Tuhan. Karena paksaan orang tua, dia harus menjadi seorang seniman. Inilah sebabnya, kenapa sekarang dia tengah berada di negeri para pemuja nafsu itu. Dia tak pernah ingin menjadi seniman. Apa boleh dikata, dia hanya bisa menuruti pilihan orang tua yang amat dia sayangi. Lima tahun sudah Rasyid dirundung gelisah. Bagaimana tidak, kata ‘seniman’ tak pernah ada dalam kamus masa depannya, ditambah perasaan menyesal tak mampu memperdalam ilmu-ilmu Ahlulbayt yang bak mutiara itu. Semakin hari, kecintaannya pada Ahlulbayt semakin berkurang. Hingga akhirnya ia mulai meragukan keberadaan Imam Zaman afs. buktinya Imam Zaman tak pernah memerhatikannya. Berulang-ulang kali ia memastikan hati dan pikirannya bahwa Imam Zaman selalu menyertainya, namun berkali-kali ia gagal. Hampir saja ia melepas keyakinannya di tengah arus pengkafiran yang dahsyat di Amerika sana. Beruntung, ia masih memiliki Hasan, saudara seiman yang tak pernah berhenti meyakinkan dirinya bahwa Ahlulbayt itu adalah cahaya, maka jangan pernah kau pergi menjauh darinya, atau kau hanya akan berteman kegelapan dan kehancuran.
Ya Mahdi Adrikna !

‘Teman, aku sungguh tak bisa bayangkan jika kau tinggalkan aku seorang diri di dunia yang terlalu kejam ini. Aku tak tahu, apa yang harus kuceritakan. Akhir-akhir ini kegelisahan dan keraguan begitu kuat menggoncangkan iman di hatiku. Aku tak tahu, kepada siapa lagi aku harus mengadu. Orang tuaku bahkan akan makin menekanku ketika kubilang aku sudah tak kuat lagi berada disini. Setiap malam jumat, aku selalu menyempatkan diri membaca doa Kumail, sesuai pesanmu, berharap Allah akan tunjukkan kasihNya. Saying, mungkin aku tak pantas mendapatkannya. Teman, dulu kau pernah berkata bahwa jika hati kita sudah terisi cinta Imam Zaman, maka beliau akan selalu membimbing kita. Kini, entah mengapa, aku mulai menyangsikan kata-katamu itu. Tak pernah kulihat Imam Zaman datang membantuku disaat kupekikkan teriakan ‘Ya Mahdi Adrikna!.’ Ketika aku hampir menenggak sebotol bir, Imam Zaman juga tak sudi memerhatikan kegelisahanku.’ Keluh Rasyid kepada sahabat karibnya itu.
Hasan tertegun sesaat setelah membaca pesan temannya itu. Setelah lama tak ada kabar, Rasyid malah menghubunginya dengan keraguan di dada. Hasan tahu, Rasyid hanya membutuhkan perhatian. Dia hanya butuh seorang teman yang mampu mengangkat kembali semangat patahnya. Maka segera Hasan membalas pesan tersebut.
‘Temanku Rasyid, aku tahu, kau tengah kehilangan pancaran semangat penantian Imam Zaman. Kata-katamu membuatku bersedih. Teman, Imam Zaman selalu memerhatikanmu dimanapun kau berada. Ketika mendung menyelimuti langit, apakah kita bisa katakan bahwa matahari sudah terbenam, padahal jam dinding itu menunjukkan pukul 12 siang ? ketika kau tak dapat merasakan kehadiran Imam Zaman di hatimu, apakah itu berarti beliau afs tak ada ? Imam Zaman laksana matahari. Seluruh kehidupan bergantung pada keberadaan matahari (tentunya dibawah kekuasaan Allah ‘azza wa jalla). Artinya seluruh kehidupan bergantung pada keberadaan Imam Zaman. Allah yang maha kasih selalu mencurahkan kasih sayangNya kepada kita karena kekasihNya (Imam Zaman) masih belum berkumpul bersama ayah-ayahnya yang mulia di surga sana. Sekarang beliau mengalami keghaiban bukan berarti beliau mundur dari masalah duniawi. Riwayat menyebutkan beliau melihat kita, berinteraksi dengan kita, hanya saja kita tidak tahu kalau itu adalah beliau. Teman, ketika Imam Zaman tidak menyambut seruanmu, sebagaimana perkiraanmu, bukan berarti Imam Zaman tidak ingin menyambut seruanmu. Mungkin, beliau ingin mengujimu. Mungkin beliau ingin agar engkau selalu menggemakan namanya, karena biasanya manusia akan segera melupakan sesuatu setelah sesuatu itu didapat. Mungkin karena kau sendiri yang menghamparkan tirai penghalang antara dirimu dan Imam Zaman. Kemungkinan terakhir ini menurutku yang paling kuat. Bayangkan, bagaimana jika kau bertemu beliau pada saat kau bermaksiat kepada Allah swt ? mari kita koreksi diri kita. Sudah pantaskah kita berdua dengan beliau afs ? sudah pantaskah kita memanggil-manggil nama beliau afs ? ada satu hal, teman, yang kau harus yakini, disaat kau tak temukan setitik cahayapun untuk kau jadikan teman hidupmu, disaat itulah Imam Zaman akan menggandeng tanganmu dan membawa dirimu menuju cahayaNya. Disaat itulah, dirimu akan mendapatkan curahan cinta yang akan benar-benar kau rasakan. Disaat itulah Imam Zaman akan menyambut seruanmu. Mungkin selama ini kau (mungkin juga aku) masih tak tulus menyeru namanya. Disaat itulah kau tak akan pernah merasakan kesia-siaan dalam hidupmu. Meski dirimu tak sadar, bahwa dialah Imam Zaman, orang yang selalu kau muliakan di nyata dan khayalmu. Meski dirimu tak sadar, bahwa seruanmu telah dipenuhinya.’
YA MAHDI ADRIKNA !!
Jpr, jumat siang, 25-02-11

Tidak ada komentar:

Posting Komentar