Syaikh Muhsin Qaraati |
Setelah dia, al-marhum ayah saya menjadi pelanjut jalan beliau dan mengadakan pelajaran dan kajian al-Quran di rumah-rumah dan di masjid, kemudian beliau menjadi ustad terkenal di bidang qiraat dan tilawah al-Quran.
Ayah saya pada awalnya seorang pedagang yang (rajin beribadah) senantiasa menutup pintu tokonya dengan hanya mendengar suara azan dikumandangkan dan langsung bergegas menuju masjid untuk melaksanakan shalat berjamaah. Beliau adalah seorang teladan bagi orang yang berupaya mengadakan acara-acara al-Quran, meramaikan dan menghidupkan masjid-masjid yang telah rusak dan ditinggal pengunjungnya. Dan sebagai balasannya Allah SWT menghadiahkannya jiwa yang tenang, hikmah dan irfan yang bersinar dari dalam.
Satu hal yang selalu menghantui pikirannya adalah hingga usianya mencapai 40 tahun dia belum dikaruniai seorang anak. Hingga akhirnya dia mendapat inayah dan kemurahan Allah SWT – dengan berbagai problem yang ada pada masa itu – untuk melaksanakan manasik haji. Mungkin itu juga imbalan dari Allah kepadanya yang telah berkhidmat untuk al-Quran dan agama-Nya.
Di samping Baitullah, dia memohon kepada Allah seraya berdoa:”wahai tuhan yang berfirman: “serulah Aku supaya Aku dapat memberimu”, wahai Tuhan Yang Esa berilah kami keturunan yang menjadi penyampai dan mubalig kitab-Mu. Doanya pun akhirnya dikabulkan, di mana dia dikaruniai anak-anak yang sebagian dari mereka berkecimpung di bidang agama dan tablig.
Perlu disampaikan juga, di masa kanak-kanak saat pengetahuan saya masih sangat minim, ayah selalu menyuruh saya untuk belajar di Hauzah ilmiah, itu tidak pernah berhasil, sampai akhirnya dengan dorongan kuat dari beliau saya berhasil masuk hauzah pada usia 14 tahun. Satu tahun saya belajar di kota Kasyan di bawah bimbingan Ustad Ayatullah Shaburi (semoga Allah merahmatinya).
Setiap malam, saya juga selalu mengikuti pelajaran tafsir al-Quran yang diasuh oleh al-Marhum Ayatullah Syekh Ali Oqa Najafi (semoga Allah merahmatinya) yang diadakan setelah shalat Magrib dan Isya’. Pelajaran-pelajaran tersebut telah membuat hati saya tertarik dengan kajian tafsir al-Quran.
Sejak itu saya merasa akrab dengan al-Quran dan puji sukur kepada Allah kecenderungan itu masih berlanjut hingga sekarang. Secara pasti saya katakan mutalaah saya paling banyak mengarah pada al-Quran dan tafsir. Mengingat al-Quran adalah firman Allah, maka selama tablig, saya tidak pernah mundur dan takluk.
Bahkan, pada waktu memasuki Hauzah ilmiah Qom untuk melanjutkan pelajaran, di samping kitab Lum’ah (kitab fiqih yang menjadi buku pelajaran resmi hauzah) saya juga membaca, mengkaji dan mendiskusikan buku Majma’ul Bayan (kitab tafsir karya marhum Thabarsi) dengan teman-teman.
Setelah sebagian dari pelajaran luar (bahts kharij) hauzah saya lalui, saya berpikir untuk menulis dan merangkum kajian dan muthalaah saya di bidang tafsir, usaha ini terus berlanjut hingga akhir beberapa juz.
Pada waktu itu, saya mendengar Ayatullah Makarim Syirazi (semoga Allah merahmatinya) dan beberapa alim lainnya sedang menulis dan menyusun sebuah tafsir. Saya menyerahkan catatan-catatan saya, beliau menerimanya dan saya pun akhirnya bergabung di tim penyusun tersebut.
Sekitar 15 tahun, akhirnya tafsir Nemuneh dengan 27 jilid berhasil diselesaikan dan hingga sekarang sudah berkali-kali dicetak dan diterjemahkan ke berbagai bahasa dunia.
Saat sebagaian dari tafsir Nemuneh selesai, revolusi Islam yang dikomandoi oleh Imam Khomeini ra telah berhasil menumbangkan rezim kekuasaan Syah. Berkat ide dari Ayatullah Muthahari ra dan kesepakatan dari Imam Khomeini ra saya mulai mengisi acara televisi tentang pelajaran al-Quran.
Saat itu sudah terlintas di benak saya untuk memulai pelajaran tafsir yang bermanfaat bagi kalanagn awam. Untuk menyukseskan hal tersebut, saya mengambil dua patner, selain tafsir Nemuneh saya juga mengumpulkan poin-poin dan pembahasan dari tafsir-tafsir lain. Saya memulai program tafsir dengan tema Ayineh wahyu (undang-undang wahyu) yang disiarkan di radio dan program itu masih berlangsung hingga sekarang.
Berulang-kali teman-teman menganjurkan kepada saya untuk menulis dan menyusun apa yang telah disampiakan di radio untuk ditulis sebagai sebuah kitab tafsir dan disebar di tengah-tengah masyarakat.
Dengan niat ini, beberapa bagian dari catatan-catatan tafsir itu, saya baca di hadapan dua faqih, alim al-Quran juga muhaqiq hauzah ilmiah Qom. Dan dengan dukungan dan revisi dari kedua orang itu saya semakin yakin dengan cara dan metode penafsiran yang saya ambil. Setelah itu, beberapa rekan berupaya untuk merangkum dan menyusunnya dan akhirnya diterbitkan dengan nama Tafsir Nur. Tafsir ini memiliki beberapa poin posistif yang telah saya sebutkan dalam mukadimah jilid pertama dari tafsir tersebut.
Kembali kepada masa lalu saya. Pada usia 15 tahun saya datang ke kota suci Qom dan belajar di madrasah Ayatullah Gulbaygani (semoga Allah merahmatinya) dan madrasah Khan. Kemudian saya hijrah ke kota Najaf Ayraf untuk melanjutkan studi, Rasail dan Makasib saya selesaikan di sana dan kemudian kembali ke kota suci Qom. Setelah mengjukan ujian kitab Kifayah saya belajar beberapa tahun di pelajaran Kharij dan keseluruhannya 16 tahun saya lalui pelajaran hauzah di Kasyan, Qom, Masyhad, Najaf.
Di pikiran saya selalu terlintas, bahwa al-Quran dan Islam datang untuk segal lapisan, dari anak-anak, remaja dan orang tua. Kita sekarang memiliki dokter khusus anak-anak tapi kita belum memiliki seorang alim di bidang anak-anak, oleh karena itu saya berniat dan berusaha untuk mengenalkan al-Quran dan Islam kepada generasi muda dan anak-anak tumpuan masa depan dengan bahasa yang simpel dan mudah dipaham.
Atas dasar ini saya kembali ke kampung halaman Kasyan dan dengan memanggil anak-anak remaja dan dengan dihadiri tujuh orang saya mulai program tablig itu. Mengingat sambutan anak-anak remaja saya masih tetap melanjutkan program itu, setiap minggu saya selalu pulang pergi Qom-Kasyan; dengan sebuah keyakinan bahwa Al-Quran memiliki kisah-kisah yang dengan Rasulullah Saw mendidik Salman Abu Dzar dan yang lain. Kelas kami selalu dihiasi dengan kajian teologi, hokum syariat, dan kisah-kisah al-Quran dan dengan memaparkan permasalahan yang sedang berkembang saya menjabarkannya di atas papan. Metode pengajaran dan kemampuan saya dalam memberikan perumpamaan telah menambah daya tarik yang luar biasa kepada kajian saya di hati mereka.
Kajian yang diadakan di Kasyan berlangsung beberapa tahun disertai oleh berkah yang sangat banyak. Mengingat upaya ini sangat baru, di mana seorang ulama meninggalkan mimbar dan menuju papan pelajaran dan terkadang diperuntukkan kalangan muda dan kanak-kanak, sering kali saya mendapat tekanan dan perlakuan tidak biasanya dari beberapa kalangan, namun karena keyakinan saya terhadap upaya yang saya geluti tidak sedetikpun saya ragu terhadapnya, sehingga kemdati sekitar 35 tahun sejak dulu hingga sekarang pergerakan ini baik dan positif.
Sebagai lanjutan dari kajian di Kasyan saya juga memulai kajian serupa di kota suci Qom bersama anak-anak remaja dan belia. Dalam kajian tersebut anak aytullah Misykini juga hadir dan selalu menunjukkan catatannya kepada ayahandanya.
Pada satu hari beliau datang ke pelajaran kami dan mengamati dari dekat, beliau tertarik dan sangat setuju. Di berkata kepada saya:” wahai Qaraati bersediakah engkau mengadakan transaksi denganku? Pahala kajian dan pelajaran yang engkau jalankan bersama anak-anak remaja itu untukku. Sedang pahala pelajaran-pelajaran yang telah aku lakukan di hauzah untukmu. Kemudian beliau hadir dan memuji metode baru yang sedang dipraktekkan.
Perlu disampaikan juga pada saat itu pelajar yang mengais ilmu melalui pelajaran Maksib dan tafsir berjumlah sekitar seribu orang sedang saya hanya memberikan pelajaran pokok-pokok aqidah untuk dua puluh orang saja.
Semenjak pertemuan tersebut saya semakin menyukai usaha saya dan kelompok demi kelompok para pelajar datang dan melihat dari dekat metode pengajaran yang sedang saya terapkan. Dengan dorongan dan sambutan semacam ini saya bertekad untuk menulis, merangkum dan menyusun poin-poin penting.
Kendati dalam masa rezim Syah saya telah ditawari beberapa pihak untuk mengisi acara di televisi, akan tetapi karena tidak ingin saya menjadi pilar dan penopang pemerintahan zalim tawaran tersebut saya tolak.
Dari cintanya saya terhadap upaya ini bisa dibilang seluruh penjuru Iran telah saya singgahi dan saya adakan pelajaran di sana.
Pada awalnya saya mengajar ketua bidang-bidang pendidikan agama. Dalam sebuah seminar yang dihadiri oleh Ayatullah Sayid Ali Khamenei dan Dr. Behesyti. Pada seminar tersebut saya juga sempat mengisi acara. Sayid Ali merasa takjub. Kemudian beliau mengundang saya ke rumahnya dan setelah didorong semangat saya akhirnya beliau memberikan kesempatan saya untuk menjadikan masjid Imam Hasan as yang menjadi salah satu masjid yang sering dibuat shalat jamaah dan menjadi salah satu pusat pengkaderan para militan di kota Masyhad.
Pada perjalanan ke kota Ahwaz, saya mengenal Syahid Muthahari, beliau melihat metode pengajaran saya dan sangat setuju sekali.
Sejak awal saya seorang pengajar al-Quran dan dengan cara baru yang saya miliki para generasi muda saya tarik untuk mengenal al-Quran lebih jauh lagi. Saat imam Khomeini mengibarkan bendera perotesnya terhadap politik rezim, saya baru saja meperdalam pelajaran tahap awal hauzah dan dengan usia yang terlalu muda saya tidak dapat mengikuti langkah-langkah yang beliau ambil. Kendati demikian pada saat itu saya juga sempat menjenguk para alim yang ditawan oleh rezim di sel-sel mereka atau di pangasingan, di samping itu saya juga membantu pergerakan agung ini dengan informasi dan dorongan masyarakat untuk bangkit dan berjuang.
Pada saat itu, antek-antek rezim dan Savak berkali berusaha untuk menangkap saya dan berkali-kali pula pada malam hari mereka menyerang rumah ayah di Kasyan dan rumah saya di kota suci Qom. Akan tetapi berkat pertolongan Allah SWT semuanya tidak pernah berhasil. Berapa bulan saya hidup dalam persembunyian hingga akhirnya revolusi Islam dengan bantuan ilahi dan dengan komando Imam Khomeini ra menggapai kemenangan. Dan tibalah masa baru dengan aktifitas keudayaan dan tanggung jawab yang lebih besar lagi.
Setelah kemenangan revolusi, dengan usulan dari Syahid Muthahari dan persetujuan dari Imam Khomeini ra saya diperkenalkan untuk mengisi acara di televisi
Saat itu dengan berbagai test mereka menguji saya, dan saat diterima pun saya juga diharuskan melepas baju ruhani (baju khusus para ulama hauzah) dan secara terang-terangan mereka memberitahukan bahwa selain dua ulama (Imam Khomeini ra dan Ayatullah Thaliqani ra) kami tidak dapat menerima seorang ruhani lagi. Saya tidak menerima keputusan mereka dan berkata: saya akn laporkan perlakuan kalian ini kepada Imam Khomeini ra. Setelah mendengar ancaman ini akhirnya mereka menyerah dan membiarkan saya mengisi acara dengan baju ruhani.
Al-hasil, acara televisi ini dengan usulan dari Syahid Muthahari dan restu dari Imam Khomeini ra berlangsung bertahun-tahun dan menurut poling yang diadakn oleh pihak televisi sendiri program yang saya asuh ini sangat sukses sekali.
Imam Khomeini ra melalui acara televisi tersebut menaruh simpati dan perhatian kepada saya dan setiap kali saya berkunjung kepada beliau saya selalu mendapat kasih sayang dan penghormatan. Acara pelajaran-pelajaran al-Quran pada saat itu diusulkan untuk ditiadakan, namun Imam mengatakan bahwa acara ini sangat bermanfaat dan harus diteruskan. Mengingat saya tidak pernah mengambil uang honor dari acara tersebut kerap kali Imam mengirimkan sejumlah uang yang cukup lumayan, saya tidak menerimanya, karena untuk sementara saya tidak memerlukannya. Akan tetapi beliau berkata: ini bukan dari baitul mal, simpanlah. Sejak itu pemimpin revolusi yang agung itu melantik saya sebagai wakil di lembaga sawad omuzi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar