Awal
perpecahan umat islam setelah wafatnya Nabi saww adalah perselisihan
dalam masalah imamah (kepemimpinan pasca rasul). Sehingga islam terpecah
menjadi dua golongan . yang satu mengikuti imam Ali bin Abi Thalib as
dan yang lain mengikuti para khalifah selain imam Ali as. Pembahasan
seputar bagaimana proses perpecahan ini dan penyebab-penyebabnya di luar
pembahasan kita. Karena, pembahasan itu adalah pembahasan sejarah.
Sedangkan yang dibahas di sini ialah penguraian hakikat imamah dan
syarat-syaratnya menurut syiah maupun sunni berdasarkan cahaya akal,
wahyu dan kejadian sejarah.
Ada
yang mengatakan bahwa bentuk pemerintahan setelah nabi saw adalah
masalah sejarah yang telah lewat masanya. Dengan kata lain pemimpin
(khalifah) setelah Nabi ialah Abu Bakr ataukah imam Ali as ? dan apa
keuntungan kita membahas masalah ini. Sedangkan masalah ini tidak
memberikan efek apapun dalam kehidupan kita sekarang ini. Dan juga,
bukankah sebagai muslim kita harus meninggalkan masalah ini demi menjaga
persatuan ?
Mungkin,
jawaban yang tepat ialah, tidak diragukan lagi, bahwa sebagai muslim
kita wajib menjaga persatuan. Akan tetapi, itu bukan berarti kita lantas
meninggalkan masalah yang penting. Karena sebaliknya, ini adalah
pembahasan yang suci (baik). Sehingga (dengan membahas masalah ini)
dapat menyatukan barisan dan saling mendekatkan dua kelompok. Juga,
(dengan membahas masalah ini) dapat mengantar kita saling mengetahui
aqidah yang diyakini kelompok lain. Maka salah kalau kita meninggalkan
masalah ini karena takut perpecahan. Karena dengan demikian dapat
menimbulkan su’udzon (berburuk sangka) terhadap saudara kita yang lain. Dan ini yang diinginkan orang-orang luar (kafir). Ini yang pertama.
Yang
kedua yaitu dalam masalah imamah ini terdapat dua dimensi. Dimensi
sejarah yang telah berlalu masanya dan dimensi agama yang akan selalu
ada. Nah, jika ada dalil yang membuktikan bahwa imam Ali dan
keturunannya adalah pengganti Rasulullah saww, sehingga mereka as
dijadikan tempat bertanya tentang seluruh problema agama yang
diperselisihkan setelah wafatnya Nabi, maka wajib bagi kaum muslimin
untuk merujuk kepada mereka as dalam penafsiran al-Qur’an dan
penjelasannya. Dan juga dalam masalah-masalah baru yang belum terjadi
atau al-Qur’an dan hadits belum menjelaskan. Ini berarti, masalah imamah
ini bukanlah masalah yang telah berlalu zamannya (sehingga tak perlu
dibahas lagi) tapi dalam masalah imamah ini terdapat
pembahasan-pembahasan yang selalu ada dan penting untuk dibahas.
Walau
pembahasan imamah dan khilafah ini bisa menimbulkan perpecahan, akan
tetapi dalam pembahasan ini juga terdapat pembahasan lain yang suci dari
perpecahan. Yaitu pembahasan seputar tempat merujuk masalah-masalah
agama setelah wafatnya Rasul yang mulia saww. Dan apakah Rasul telah
menetapkan seseorang atau sekelompok yang bakal menggantikan beliau
ataukah tidak. Ini yang menjadi inti pembahasan tentang imamah.
Dan
syi’ah meyakini bahwa sunnah nabawiyyah telah menetapkan Ahlulbayt nabi
sebagai tempat rujukan masalah-masalah agama, baik ushul maupun
furu’nya. Pendapat ini dikuatkan dengan hadits tsaqalain yang mutawatir
dikalangan sunni maupun syi’i. Tidak akan ada yang menentang hadits ini
orang-orang bodoh yang keterlaluan bodohnya. Hadits ini telah
diriwayatkan sekitar 20 orang sahabat.i Adapun haditsnya berbunyi
Rasul saww bersabda ‘telah
kutinggalkan dua pusaka agung untuk kalian, jika kalian berpegang teguh
kepada keduanya kalian tidak akan pernah tersesat; yaitu Al-qur’an dan
Ahlulbaytku ’
Makna
dari hadits ini adalah penjelasan akan kemaksuman keluarga suci nabi
yang telah disandingkan dengan Al-qur’an dan keduanya ini tidak akan
pernah berpisah. Seperti yang diketahui, Al-qur’an adalah kitab suci
yang tidak ada kebatilan di dalamnya, maka bagaimana munkin yang menjadi
pendamping Al-qur’an adalah orang-orang yang sering salah dalam
menghukumi, bertindak serta berbicara!? Ditambah lagi, bahwa dalam
hadits itu kaum muslimin diperintah untuk berpegang teguh kepada
Ahlulbayt. Kalau mereka (Ahlulbayt) tidak maksum (bisa berbuat salah)
maka bagaimana mungkin mereka tidak akan menyesatkan umat islam!?
Maka,
seperti yang dipahami akal, untuk mengetahui kebenaran kita membutuhkan
‘guru pandai’ yang tidak salah dalam memahami kebenaran. Oleh karena
itu, Rasulullah saww telah menyiapkan pendamping Al-qur’an hingga hari
kiamat yang tidak lain adalah keluarga sucinya yang telah diserupakan
dengan bahtera nabi Nuh as.ii
Barangsiapa yang mengikuti mereka selamat dari adzab neraka, yang
meninggalkan mereka laksana orang yang ditempa air bah dan angin topan
pada masa nabi Nuh as, yaitu celaka dan tenggelam didalam neraka.
(Diambil dari kitab Muhadhorot fil Ilahiyat, karya Syaikh Ja’far Subhani, hal 321-324)
Jepara, senin malam, 10-01-11
i
Silahkan rujuk : Shahih Muslim, 5/122; Sunan Tirmidzi, 2/ 307; Musnad
Ahmad bin Hambal, jld 4, hal 366&371, jld 5, hal 1827189
ii Silahkan rujuk : Mustadrak Al-hakim, 2/151; khasais al-kubra As-suyuthi, 2/266 dll
Tidak ada komentar:
Posting Komentar