Surat untuk putri dari
Romawi
Syekh Tabarsi, dalam bukunya al-ghaibah menuliskan riwayat dari bashar
al-anshari, pelayan imam Naqi as. Suatu hari, Imam as berkata, ‘wahai Basyar, engkau berasal dari kaum
Anshar, yang selalu setia kepada kami selama ini. Karena itu, aku telah
memilihmu untuk menjalan sebuah misi penting.’
Imam Naqi as kemudian menulis surat dalam bahasa romawi, lalu menutupnya
dan diberi cap khusus milik Imam. Beliau as lalu memberikan surat itu beserta satu kantong berisikan 220
uang emas dinar. Basyar diperintahkan untuk pergi ke Baghdad dan menunggu di jembatan sungai
Furat. Imam mengatakan pada Basyar bahwa di tepi sungai Furat itu dia akan
mendapati perahu-perahu yang membawa para tawanan perempuan yang akan dijual
sebagai budak. ‘perhatikanlah dari jauh,
akan ada seorang pedagang budak bernama Umar bin Yazid an-nakhas. Tunggu sampai
dia menggunakan pakaian sutra. Perempuan itu menggunakan cadar dan menolak
membuka cadarnya, dan menolak siapapun menyentuhnya. Dia akan berteriak dalam
bahasa Romawi untuk menghindarkan dirinya dari penodaan’ jelas Imam Ali Naqi
as. Selanjutnya, imam menambahkan, ‘seorang pembeli akan mengagumi
kesuciannya, sehingga menawarkan uang 300 dinar kepada pedagang budak.
Perempuan itu akan berkata padanya, ‘aku tidak menginginkanmu, meskipun kau
menggunakan baju raja Sulaiman dan memiliki kerajaannya, jadi jangan
buang-buang uangmu untukku.’
Si pedagang akan berkata, ‘apa maksudmu? Bagaimanapun, engkau akan kujual!’ lalu perempuan itu
akan menjawab, ‘mengapa terburu-buru? Aku akan memilih pembeli yang disukai
hatiku, yaitu pembeli yang setia dan jujur.’ ‘Pada saat itu’ kata Imam kepada
basyar, ‘datangilah pedagang budak itu dan katakana padanya bahwa engkau
membawa surat
dari seorang pria mulia yang ditulis dalam bahasa Romawi. Tunjukkan surat ini pada perempuan
itu. Jika dia setuju, maka belilah budak perempuan itu.’
Setelah mendengarkan semua pesan Imam Ali Naqi as, Basyar pun berangkat menuju Baghdad. Benar saja, ia
menyaksikan ada seorang perempuan dengan karekteristik seperti yang dikatakan
Imam Naqi as. Basyar segera menyerahkan surat
imam Naqi as kepadanya. Perempuan itu menangis setelah membaca isi surat tersebut, lalu segera berkata kepada penjualnya, ‘juallah aku kepada pemilik surat ini!’ setelah tawar menawar,
akhirnya si penjual menerima harga sejumlah uang yang telah diberikan oleh Imam
Naqi as kepada Basyar. Basyar melihat perempuan itu tersenyum senang. Lantas,
Basyar pun membawa ke tempatnya menginap selama di Baghdad. Ketika tiba disana, Basyar melihat
perempuan itu kembali membuka surat
dari Imam dan menciumnya.
Kisah hidup Malika si putri Romawi
Basyar
pun bertanya, ‘mengapa engkau mencium surat itu, padahal engkau
tak tahu siapa penulisnya?’ perempuan itu menjawab, ‘engkau tak tahu betapa mulianya keturunan Nabi Muhammad ! dengarkan aku
baik-baik. aku adalah Malika, anak Yashoa, putra kaisar romawi. ibuku keturunan
Shimeon, murid Isa putra Maryam. Aku akan menceritakan kepadamu kisah
kehidupanku.’
‘ketika aku berusia 13 tahun, kakekku, kaisar
Romawi, berniat menikahkanku dengan keponakkannya. Dia mengundang 300 para
pengikut Isa as, diantaranya adalah para pendeta dan 700 orang dari kalangan
terhormat. Dia juga mengundang 4000 orang pejabat, pimpinan militer dan
pembesar kabilah.’ Malika melanjutkan, ‘ketika mempelai laki-laki duduk di atas
tahta yang dikelilingi oleh salib-salib besar, dan para uskup mulai berdiri dan
membuka injil mereka, istana tiba-tiba berguncang. Salib-salib berjatuhan, dan
tahta pun runtuh sehinga mempelai laki-laki terjatuh tak sadarkan diri. Para uskup menjadi pucat dan gemetar. Seorang uskup
berkata, ‘wahai Kaisar, biarkan kami pergi dari upacara ini agar kami tidak
melihat tanda-tanda keruntuhan agama Kristen ini.’ ‘kakekku menjadi marah. Dia
segera memerintahkan agar salib ditegakkan kembali dan upacara pernikahan
dilanjutkan. Namun kejadian itu berulang kembali. Tamu-tamu berhamburan keluar
istana karena takut.’
Setelah
kejadian itu, Malika bermimpi. Dalam mimpinya, dia melihat Nabi Isa as dan
Hawariyyun (murid setia Nabi Isa as) berkumpul disana. Lalu datanglah Nabi
Muhammad saw, Imam Ali as disertai 11 putra keturunannya. Nabi Muhammad saw
berkata, ‘wahai Ruhullah, aku datang
untuk meminang anak putrid washimu Malika untuk dinikahkan dengan putraku ini!’
sambil menunjuk kea rah Imam Hasan al-askari as. Lamaran pun diterima, lalu
Nabi Muhammad saw memimpin akad nikah antara Imam Hasan Askari as dan Sayyidah
Malika ra. Malika tidak menceritakan mimpinya itu kepada siapapun, karena takut
akan dibunuh. Namun, ia pun jauh cinta kepada Imam Hasan Askari yang ditemuinya
dalam mimpinya itu. ‘cintaku kepada Imam
Askari membuatku enggan makan dan minum. Hari demi hari, badanku semakin kurus
lemah. Kakekku memanggil tabib, namun tak ada seorang tabib pun yang dapat
mengobatiku. Sampai akhirnya, aku memohon kepada kakekku agar berhenti menyiksa
para tawanan muslim dan melepaskan mereka. Setelah permintaanku dipenuhi,
kesehatanku membaik dan selera makanku kembali.’ Demikian tutur Malika
kepada Basyar. Beberapa waktu kemudian, Malika kembali bermimpi. Kali ini dia
didatangi dua perempuan yang bercahaya. Orang-orang lain dalam mimpinya
mengatakan bahwa kedua perempuan itu adalah Sayyidah Maryam as dan Sayyidah
Fathimah as. Sayyidah Fathimah as berkata kepada Malika, ‘jika engkau ingin menikah dengan putraku, engkau harus menjadi muslim.’
‘aku pun segera menggenggam tangan
Sayyidah Zahra as dan menerima islam. Sayyidah Zahra as pun mempertemukanku
dengan putranya, Imam Askari as’ demikian tutur Sayyidah Nargis ra.
Beberapa hari kemudian, ia kembali bermimpi, kali ini bertemu dengan Imam Hasan
askari as. Malika bertanya kepada beliau, ‘bagaimana
aku bisa menjadi istrimu?’ Imam menjawab, ‘dalam waktu dekat, kakekmu akan mengirim pasukan untuk memerangi kaum
muslimin. Ikutilah pasukan itu.’ Sayyidah Malika pun menuruti perkataan
Imam Hasan as. Ia menyamar menjadi pelayan perempuan dan berjalan bersama
rombongan pelayan. Namun, akhirnya dia dan para pelayan lainnya malah ditawan
oleh pasukan Muslim. Dia tidak mengatakan kepada siapapun bahwa dirinya adalah
Malika, cucu kaisar Romawi. Ketika si pedagang budak menanyakan namanya, dia
menjawab, ‘namaku Nargis’. Dengan
demikian, sejak saat itu Sayyidah Malika dipanggil Nargis.
Kemudian
Basyar mengantarkan Sayyidah Nargis ke Samarra
untuk menemui Imam Ali Hadi as. Imam Hadi as berkata padanya, ‘aku ingin member hadiah kepadamu. Manakah
yang kau pilih, hadiah 10.000 dinar atau sebuah kabar gembira?’ Sayyidah
Nargis ra menjawab, ‘aku memilih kabar
gembira berupa putra yang akan lahir dariku.’ Imam menjawab, ‘engkau dapatkan kabar gembira itu. Engkau
akan melahirkan anak yang akan menjadi pemimpin di timur dan di barat, dan akan
memenuhi bumi dengan keadilan setelah sebelumnya dunia digelapi oleh
ketidak-adilan dan tirani’
Segera
setelah itu, Sayyidah Nargis ra pun dinikahkan dengan putra Imam Ali Hadi as,
yaitu Imam Hasan askari as, ayahanda Imam Zaman afs. Tak lama kemudian, dari
rahimnya lahirlah Imam Zaman afs. Syekh Abbas Qummi berkata, ‘salah satu nama Sayyidah Nargis, ibu Imam
Mahdi afs adalah Shaqil yang berarti ‘pemberi kecemerlangan’. Nama ini
diberikan karena sewaktu janin Al-Mahdi diletakkan dalam rahimnya, kemilau
cahaya memancar meliputi seluruh badannya.’
Dikutip dari
Majalah ‘itrah, juli-agustus 2011 dengan sedikit perubahan kata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar