![]() |
“tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik." |
Pada
suatu waktu, seorang warga Madinah melihat Imam Musa. Ia menghadang beliau lalu
menyampaikan kata-kata kasar dan makian terhadap beliau. Para sahabat Imam
berkata, “Izinkan kami untuk menghajarnya, wahai Imam!”
Imam
berkata, “Biarkanlah, jangan kalian ganggu dia.”
Beberapa
hari kemudian, tidak ada berita tentang orang tersebut. Imam menanyakan ihwal
kesehatan orang itu. Penduduk kota menjawab, “Ia pergi bercocok tanam di
ladangnya yang terletak di luar kota Madinah.” Mendengar kabar tersebut, Imam
as segera menunggang kudanya dan bergerak menuju ke ladang orang tersebut.
Ketika
orang itu melihat kedatangan Imam as, ia berteriak dengan lantang dari
kejauhan, “Jangan sekali-kali kau menginjakkan kakimu di ladangku. Aku adalah
musuhmu dan musuh datuk-datukmu.”
Namun,
Imam malah mendekatinya, menyampaikan salam, dan menanyakan kesehatan serta
keadaan hidupnya. Dengan penuh ramah Imam bertanya, “Berapa dinar yang Anda
habiskan untuk biaya ladangmu ini?”
Ia
menjawab, “Seratus dinar.”
Imam
bertanya lagi, “Berapa banyak keuntungan yang Anda harapkan dari semua ini?”
Orang
itu menjawab, “Dua ratus dinar.”
Mendengar
jawaban ini, Imam mengambil sekantung uang yang berisi tiga ratus dinar dan
memberikannya pada orang tersebut. Imam berkata, “ambillah uang ini, dan ladang
ini tetap menjadi milikmu.”
Orang
yang selama ini berlaku kurang ajar dan kasar kepada Imam itu, tidak pernah
menyangka akan mendapatkan perlakuan sesantun itu dari Imam.
Ketika
hendak kembali ke Madinah, Imam berpesan, “Lepaskan amarahmu dengan cara
seperti ini.” Yakni, tetap menunjukkan akhlak yang luhur.”[1]
Kita
tentu sering mendengar kisah-kisah seperti ini. Rasul saw juga pernah berlaku
demikian. Yakni menghormati dan menyantuni orang yang memusuhi beliau. Meski
akhlak ini tak mudah dilaksanakan, kita tetap memiliki kewajiban untuk bersikap
baik kepada siapapun, termasuk orang yang membenci kita. Kisah Imam Musa al-Kadzim
ini adalah contoh nyata dari firman Allah yang berbunyi, “tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka
tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi
teman yang sangat setia.”[2]
Dewasa
ini, media sosial semacam Facebook, menjadi ajang ‘ejek-ejekan’ sesama muslim
yang berbeda madzhab. Di ‘dunia baru’ itu, semua orang, termasuk umat islam,
bisa mengatakan apapun, termasuk ejekan, hinaan, dst. Parahnya, hanya karena
merasa paling benar, sebagian umat islam ‘menyerang’ keyakinan yang lain dengan
cara-cara yang tidak dibenarkan dalam islam. Islam mengajarkan bahwa kebaikan
dan keburukan adalah musuh abadi. Jadi, tak ada alasan bagi pengikut kebaikan
untuk mengikuti cara-cara yang salah dalam menyampaikan kebaikan. Lepaskan
amarahmu dengan cara yang luhur! Itu pesan imam Musa al-kadzim as. Wallahu a’lam.
Farazdaq Khuza’i
Terimakasih telah menuliskan ini
BalasHapus