Meskipun
banyak tantangan dan rintangan dalam perjalanan hidupnya, Syeikh
Muhammad Jawad Mughniyah memulai perjalanan dengan menimba ilmu
keislaman dan menjadi salah satu pakar hukum terkenal
di Lebanon pada abad yang lalu. Syeikh Jawad Mughniyah telah menulis
lebih dari 60 buku dan beberapa bidang ilmu lainnya telah beliau teliti,
termasuk tema yang membahas tentang "Pentingnya Persatuan Antar
Mazhab".
Dalam
penelitian ini, beliau mengadakan pertemuan dengan beberapa pemimpin
besar "Gerakan Persatuan" termasuk salah satu dari mereka adalah Syeikh
Shaltut. Biografi ini menceritakan tentang perjalanan hidup dan
pemikiran-pemikiran beliau dalam menghadapi berbagai problema termasuk
tema tentang "Persatuan" yang dibutuhkan untuk meninjau kembali proses
ijtihad dan meningkatkan peran serta tanggung jawab dari seminar-seminar
keislaman yang sering diadakan.
LATAR BELAKANG KELUARGA
Syeikh
Jawad menggunakan nama keluarganya yaitu "Mughniyah" dengan alasan
beliau tiba di Jabal Amil-Lebanon pada abad ke-8 Hijriah, dimana pada
saat itu terdapat aliran agama yang disebut "Mughniyah" di Algeria. Anak
cucu Mughniyah adalah keturunan keluarga terpandang dan terhormat di
Beirut. Sebagian besar ulama agama terkemuka adalah dari keluarga
Mughniyah termasuk Allamah Syeikh Abdul al-Karim bin Syeikh.
Ayah
Syeikh Mughniyah adalah Syeikh Mahmud, beliau adalah sosok yang sangat
dihormati pada zaman itu. Syeikh Mahmud lahir pada tahun 1289 H di kota
Najaf, Iraq yang kemudian mengikuti kedua orang tuanya ke Jabal Amil
-Lebanon Selatan. Setelah menyelesaikan sekolah dasarnya beliau kembali
ke Najaf untuk menghadiri seminari Islam dibawah pengawasan beberapa
Ayatullah terkemuka saat itu antara lain: Ayatullah Naini, Ayatullah
Isfahani dan Ayatullah Agha Dhiya al-din Iraqi. Setelah itu beliau
kembali ke kota asalnya untuk tinggal di Maraka, desa kecil di Lebanon
selatan.
Beliau
menyibukkan diri dengan menulis buku-buku dan memberikan bimbingan
agama kepada masyarakat di daerah tersebut. Dalam sebuah buku "Takmilah al-Amal al-Amal" diceritakan
bahwa Syeikh Mahmud adalah seorang peneliti yang serius dengan isu-isu
akademisi dan saat itu sangat sedikit bangsa Arab yang dapat
menandinginya dalam menjelaskan berbagai isu yang ada. Beliau juga tahu
bagaimana membuat dan menyusun rangkaian puisi Islam di Najaf. Syeikh
Mahmud meninggal dunia pada usia 44 tahun dan meninggalkan beberapa
keturunan yaitu : Syeikh Ahmad Mughniyah, Syeikh Abdul al-Karim
Mughniyah dan Syeikh Muhammad Jawad Mughniyah, tokoh utama kita pada
artikel kali ini.
TEMPAT KELAHIRAN DAN MASA KANAK-KANAK
Syeikh
Muhammad Jawad Mughniyah lahir pada tahun 1324/1904 Masehi di sebuah
perkampungan kecil yang bernama Tirdabba, perkampungan ini terletak di
Sur (Tyre) Lebanon. Sur adalah kota kecil di tepian laut Mediterania,
kota ini adalah salah satu kota kuno Phoenisia dan menjadi pusat
perniagaan terkenal.
Beliau
kemudian diberi nama "Muhammad Jawad" sebuah nama besar dan dihormati
oleh ayahnya. Pada usia 4 tahun, Muhammad Jawad telah kehilangan ibunya,
ibu beliau adalah keturunan dari Sayyidah Fatimah Zahra, putri dari
Rasulullah Saw. Setelah kepergian ibunda tercinta, Syeikh Muhammad Jawad
mengikuti ayahnya ke Najaf, Irak yang merupakan tempat beliau belajar
tentang berbagai ilmu pengetahuan termasuk bidang matematika dan bahasa
Persia. Beliau tinggal di Najaf selama 4 tahun setelah itu ayahnya
kembali ke Lebanon karena permintaan dari penduduk Abbasiah.
Kondisi
keuangan ayah Syeikh Muhammad Jawad tidak mencukupi meskipun beliau
adalah seorang ulama terkenal di daerahnya. Ayahnya dapat membangun
tempat tinggal mereka dengan bantuan masyarakat Abbasiyah dan untuk
pembayaran pembangunan rumah itu, ayah beliau mendapatkan pinjaman dari
Ismail Saygh, seorang pandai besi. Kemudian ayahnya menyewakan tempat
tinggal mereka untuk membayar cicilan pinjaman. Sebelum sempat
menyelesaikan cicilan rumah, ayah beliau meninggal dunia pada tahun 1344
H.
Pada
saat itu Muhammad Jawad berusia 12 tahun dan beliau sangat terpukul
dengan kepergian ayahnya itu. Akhirnya, Ismail Saygh mengambil
kepemilikan rumah tersebut untuk menutupi kekurangan tagihan pinjaman
ayah beliau dan memberikan bagian keluarga beliau kepada sang kakak
tertua dan pamannya. Muhammad Jawad beserta kakak termuda meninggalkan
rumah yang dihuninya itu untuk kemudian tinggal di rumah kakak tertua
beliau di Tirdabba.
Perubahan
tempat tinggal dan kehilangan kedua orang tua, hanyalah awal dari
kesulitan yang dihadapi oleh Muhammad Jawad. Bisa dikatakan bahwa beliau
tidak memiliki barang apapun, kecuali sebuah tempat tidur dan itupun
harus beliau tinggalkan ketika pindah ke rumah saudara tertuanya. Selain
itu, beliau juga harus tidur di lantai meskipun saat musim dingin dan
akibatnya menimbulkan penyakit rematik. Pada waktu itu, beliau pergi
tanpa makan berhari-hari. Masa hidupnya dia lalui dengan penuh semangat,
beberapa catatan menulis bahwa beliau memulai usaha dari menjual
manisan tradisional (halwa)
dan juga buku-buku. Tidak terlalu jelas bagaimana beliau berhasil dalam
usahanya itu tapi ada beberapa bukti yang mengatakan bahwa kondisi
ekonomi beliau mulai membaik.
MASA PENDIDIKAN
Keinginan
dan kemauan belajar yang tinggi sangat tertanam kuat dalam diri
Muhammad Jawad dan merupakan prioritas utama bagi beliau meskipun
kesulitan dan kesengsaraan di alami dalam kehidupannya. Pendidikan dasar
beliau tempuh di Lebanon dan beliau juga mempelajari banyak buku, salah
satunya adalah buku "Qatr al-Nida'" dan "al-Ajrumiyah".
Muhammad
Jawad kemudian memutuskan untuk melanjutkan pendidikan di Seminari
Islam yang terletak di Najaf, Irak. Beliau belajar dibawah pengawasan
ulama-ulama terkemuka di kota itu. Meskipun keuangan beliau tidak
mencukupi untuk mendanai perjalanannya dan juga tanggung jawab untuk
melunasi pajak tanah yang belum diselesaikan oleh ayahnya, beliau tidak
dapat langsung melaksanakan keinginannya. Jika beliau tidak melunasi
pajak tanah maka tidak akan mendapatkan ijin dari pemerintahan untuk
melakukan perjalanannya ke Najaf, Irak.
Meskipun
begitu, Muhammad Jawad tetap dengan kebulatan tekadnya. Dengan melalui
perantaraan Ahlul Bait, beliau akhirnya bisa melewati rintangan
tersebut. Beliau bertemu dengan seorang Armenia dari Alexandria yang
tinggal di Lebanon, orang Armenia ini mengangkut Muhammad Jawad ke Irak
tanpa surat-surat perjalanan resmi. Peristiwa ini beliau tuliskan di
awal buku perjalanan hidupnya, Muhammad Jawad memanggil pengemudi baik
hati itu dan memberikan penghormatan dengan perkataan seperti ini "Sejak
saat itu berlalu setelah hampir 30 tahun, saya tidak akan pernah
melupakan dan akan selalu mengingatnya karena dialah orang pertama yang
pernah saya temui, dimana dia sangat peduli dan mencintai sesama umat
manusia."
Setibanya
beliau di Irak, Muhammad Jawad meneruskan perjalanan ke Najaf untuk
belajar. Setelah melengkapi pelajaran-pelajaran dasar, pelajar muda ini
mengikuti tingkatan yang lebih tinggi dibawah pengajaran beberapa ulama
besar antara lain: Ayatullah Muhammad Husein Karbala'i, Ayatullah Sayid
Husein Hamani dan Ayatullah Abu al-Qasim al-Khu'i.
Muhammad
Jawad belajar dibawah pengawasan para ulama besar ini lebih dari
sebelas tahun meskipun dengan kesulitan keuangan. Tetapi, ketika beliau
mendapatkan berita bahwa kakak tertuanya telah wafat, beliau memutuskan
untuk meninggalkan kota Najaf dan kembali ke kota asalnya Lebanon.
Setelah acara pemakaman kakak tercintanya, para penduduk meminta agar
Syeikh Muhammad Jawad Mughniyah yang terkenal sebagai ahli tafsir dan
ilmu-ilmu keislaman serta memiliki kebaikan akhlak untuk menjadi imam
mesjid di daerah tempat tinggal kakaknya. Akhirnya beliau menerima
permintaan masyarakat tersebut dan di aktifkan sebagai imam shalat
berjama'ah. Selain itu juga, Muhammad Jawad mengajarkan ilmu al-Quran
dan pelajaran-pelajaran keislaman lainnya.
Syeikh
Mughniyah merasa terganggu oleh kebiasaan budaya yang kurang baik dari
masyarakat di daerah tersebut. Beliau juga berat hati mendapatkan
pemasukkan keuangan dari masyarakat. Setelah 2 tahun tinggal di Tir
Dabba, tepatnya pada tahun 1558 H, beliau pindah ke sebuah desa kecil
yang bernama Tir Harfa, di daerah Wadi al-Sarwa. Daerah ini alamnya
sangat indah dan tenang. Hutan di daerah ini di tempati oleh berbagai
macam jenis burung. Syeikh Mughniyah yakin bahwa kondisi tempat barunya
sangat mendukung dalam proses belajar dan penelitian beliau.
Dengan
kondisi lingkungan yang tenang dan ditemani oleh peralatan tulis,
buku-buku dan sebuah poci teh, beliau mulai mempelajari karya-karya
besar dari orang-orang Eropa yang terkenal, Mazhab Muslim dan beberapa
ahli filosof terkemuka antara lain: Friederich Nietzsche, Arthur
Schopenhauer, Leo Tolstoy, Mahmud Aqqad, Taha Husayn dan Tawfiq Hakim.
Selain itu, beliau juga menulis beberapa buku antara lain: Kumayt wa Di'bil, The present Status of Jabal Amil and Tadhiyyah.
Beliau tinggal di daerah ini kurang lebih 10 tahun sampai dengan tahun
1367 H, kemudian beliau memutuskan untuk pindah ke Beirut.
JABATAN PEMERINTAHAN
Setelah
Syeikh Muhammad Jawad Mughniyah tiba di Beirut beliau memperoleh
jabatan sosial yang cukup penting dan beliau juga terlibat dalam
berbagai aktifitas, saat itu usianya kurang lebih 43 tahun. Beliau
ditunjuk sebagai hakim pengadilan muslim Syiah di Beirut. Setahun
kemudian, Muhammad Jawad dipilih sebagai penasehat senior pengadilan
tinggi Lebanon. Pada tahun 1370 H, beliau kembali ditunjuk untuk
menduduki jabatan sebagai ketua pengadilan Syiah di Lebanon. Semasa
menjalani tugas kehakimannya, beliau banyak memberikan masukan dan
ide-ide pelayanan yang patut diteladani. Selain itu, beliau juga
bertanggung jawab membuat berbagai macam hukum. Beliau menjalani jabatan
ini sampai tahun 1375 H, setelah itu beliau memutuskan untuk kembali
menjadi penasehat hukum. Dan 3 tahun kemudian, beliau meninggalkan
jabatannya dan lebih memusatkan perhatian pada penelitian dan penulisan
buku.
EKSPEDISI
Kegiatan-kegiatan
yang dilakukan oleh Syeikh Muhammad Jawad sangat luas, beliau sangat
mengetahui perbedaan antara mazhab Syiah dan mazhab Sunni. Terlepas dari
perjalanan studi beliau, Syeikh Muhammad jawad telah mengunjungi banyak
negara, meskipun belum dapat diketahui secara terperinci mengenai
perjalanan yang telah beliau lakukan.
Pada
tahun 1379 H, beliau melakukan perjalanan ke Suriah untuk menemui
Syeikh Abu Zahra. Di tahun 1382 H beliau meneruskan perjalanan ke Mesir
dan di tahun yang sama beliau juga melakukan perjalanan ke kota suci
Mekkah di Saudi Arabia, di tempat ini pula beliau melaksanakan haji.
Pada tahun 1385 H, Syeikh Muhammad Jawad meneruskan perjalanan ke
Bahrain di mana di tempat ini beliau bertemu dan melakukan diskusi
dengan ulama-ulama senior.
Tahun
1390 H, beliau pergi ke Iran untuk melakukan ziarah ke Imam Syiah ke-8
yaitu Imam Ridha as yang terletak di kota Mashad dan kemudian beliau
meneruskan perjalanan ke kota suci Qom, Iran. Di tempat ini beliau
tinggal selama 2 tahun. Dengan tinggalnya beliau di Iran, Syeikh
Mughniyah mengulang kembali perkataan beliau bahwasanya: "Ketika saya
hidup di pinggiran kota Kairo, saya mempertimbangkan kemungkinan untuk
tinggal di Mesir sampai akhir hidup saya. Tapi akibat terjadinya
peperangan antara Mesir-Israel memaksa saya untuk kembali ke negara
saya. Ketika di Beirut, saya kehilangan tentang apa yang mesti dilakukan
selama sisa hidup saya yang semakin berkurang dari hari ke hari. Ini
terjadi pada waktu saya menerima sebuah undangan dari Ayatullah Syariat
Madari untuk mengajar di Institut Dar al-Tabligh. Saya melakukan
istikharah dan petunjuk yang saya dapatkan mengatakan: "Jika saya sungguh-sungguh berjalan di jalan Allah, maka Allah akan membimbing saya,"
setibanya saya di Institut Dar al-Tabligh, Qom, Iran, Saya sangat kagum
dengan kegiatan akademik yang dilakukan oleh sekolah menengah tingkat
atas, mereka melakukan berbagai kajian agama mulai dari pelajaran
tafsir, Nahjul Balaghah dan pembahasan mingguan untuk para pemuda."
Selama
di Qom, Syeikh Mughniyyah mengajarkan Tafsir al-Quran dan ilmu-ilmu
keislaman lainnya, dan kemudian beliau kembali ke Beirut pada tahun 1392
H.
AKTIVITAS-AKTIVITAS DALAM RANGKA MENCAPAI PERSATUAN
Sebagian
besar perhatian Syeikh Mughniyyah tertuju pada krisis umum yang terjadi
semasa beliau aktif di Lembaga Persatuan Umat Islam. Beliau sibuk
melakukan kegiatan dan aktivitas untuk mempersatukan kaum muslim dan
menggunakan setiap kesempatan yang ada untuk bertemu dan berdiskusi
dengan orang-orang dari mazhab Sunni.
Pada
Tahun 1960, Syeikh Mughniyyah bertemu dengan Syeikh Abu Zahra di
Damaskus, Syiria dan di tahun 1970 beliau mengunjungi Dr. Mustafa
Mahmud. Syeikh Mughniyah juga bertemu dan berdiskusi dengan Syeikh Tamam
dan Syeikh al-Hasari.
Dengan
tujuan memperkuat hubungan dan pendekatan antar mazhab-mazhab Islam,
beliau melakukan perjalanan ke Mesir di tahun 1382 H. Di tempat ini,
beliau bertatap muka dan berbincang-bincang langsung dengan Imam Mesjid
al-Azhar. Kemudian beliau juga bertemu dengan ketua al-Azhar, Syeikh
Mahmud Shaltut.
Syeikh
Mahmud Shaltut adalah salah satu di antara pendiri dari pergerakan
pendekatan antar mazhab-mazhab Islam dan memiliki peran di garis
terdepan dalam Persatuan dan Solidaritas Antar Muslim. Kecintaan
terhadap ulama Syiah menyebabkan Syeikh Shaltut terkenal dengan fatwa
beliau atau maklumatnya yang menyatakan bahwa diperbolehkan kepada
kalangan mazhab sunni untuk mengikuti Fiqih Syiah Ja'fari.
Hubungan
antara Syeikh Muhammad Jawad dan Syeikh Shaltut kembali terjalin pada
tahun 1368 H. Mereka saling kirim-mengirim beribu-ribu surat, hal ini
menunjukkan bahwa mereka saling berbagi pendapat dalam permasalahan
Persatuan Islam. Mereka kembali bertatap muka pada tahun 1382 H, ketika
Syeikh Mughniyah mengunjungi Mesir, dimana kemudian terjadi komunikasi
dua arah secara ektensif dalam rangka mewujudkan persatuan Islam dan
langkah-langkah ataupun solusi demi mencapai hal tersebut. Dalam
Peristiwa ini, Syeikh Mughniyah menulis:
"Ketika
saya mengunjungi rumah Syeikh Shaltut, beliau menerima kedatangan saya
dengan sangat hangat. Ketika berbicara berkenaan dengan permasalahan
Islam Syiah, beliau mengatakan: "Syi'h
adalah pendiri al-Azhar dalam periode yang pendek, Ilmuwan-ilmuwan
Syiah memberikan pengajaran di al-Azhar sampai kemudian kegiatan ini
terhenti, karena al-Azhar menolak cahaya-cahaya dan kebaikan ini untuk
tetap masuk." Saya katakan kepada Syeikh Shaltut: "Ulama
Syiah akan tetap menghargai Anda selama mereka tahu bahwa pelayanan
yang Anda lakukan adalah untuk agama, serta keberanian Anda dalam
menjelaskan secara rinci tentang konsep keadilan dan kebenaran tanpa
rasa takut dengan berbagai celaan dari siapapun." Saya juga mengatakan kepada Syeikh Shaltut: "Syiah
percaya dan yakin bahwa setelah Rasulullah Saw wafat, sebenarnya
pelanjut kepemimpinan adalah milik khalifah Ali, tapi mereka menahan
diri agar tidak terjadi perpecahan yang akan merugikan Islam itu
sendiri, sebagaimana Imam Ali pun menahan diri beliau untuk melakukan
hal itu." Syeikh Shaltut berdiri dan beliau mengatakan: "Sampai sekarang, kalangan Sunni tidak akan pernah menerima hal ini."
Syeikh
Mughniyah berusaha keras untuk mempererat pendekatan antar
mazhab-mazhab Islam. Beliau mengambil langkah praktis untuk mencarikan
solusi penyelesaiannya, beliau tahu bahwa sebagian besar Ulama Sunni
tidak mengetahui tentang kebenaran Islam Syiah dan permusuhan mereka
terhadap Syiah disebabkan oleh prasangka dan berita yang tidak benar
tentang Islam Syiah, padahal jika ditelaah pada kenyataannya
mazhab-mazhab dalam Islam memiliki satu tujuan, yaitu kebaikan dan kedekatan kepada Allah Swt.
Syeikh
Mughniyah berusaha menjawab berbagai tuduhan terhadap Islam Syiah,
untuk itu beliau membuat dan memperkuat dasar-dasar pendekatan antar
mazhab. Dengan buku yang beliau tulis, telah memperjelas bahwa Syiah
tidak pantas menerima tuduhan yang telah dilimpahkan terhadap mereka.
Beliau adalah orang pertama yang membantah tulisan Muhibb al-Din
al-Khatib yang berjudul al-Khutut al-Aridah,
buku pertama yang menentang Syiah dan diterbitkan di Mesir. Syeikh
Mughniyah banyak mendapatkan ancaman dan kecaman dari tulisan beliau
yang menentang buku tersebut.
PANDANGAN TERHADAP ZIONISME DAN IMPERIALISME AMERIKA SERIKAT
Melalui buku-buku dan pidato yang beliau sampaikan, Syeikh Mughniyah banyak menentang orang-orang Zionis. Dari pemahaman yang beliau miliki tentang al-Quran dan hadist Rasulullah
Saw, beliau sangat paham tentang kejahatan yang dimiliki oleh rezim
Zionis. Dalam buku beliau yang membahas tentang "Imperialisme dan
Kecongkakan Dunia", beliau mengutuk perbuatan Amerika yang mendukung
Rezim Israel.
Syeikh Mughniyah dengan pengetahuan yang beliau miliki pernah mengeluarkan pernyataan tentang sifat asli dari Zionis : "Umumnya
mereka adalah orang-orang yang memiliki ideologi dimana mereka sangat
membenci suku bangsa lain, dan menganggap bahwa mereka adalah bangsa
pilihan Tuhan." Dari anggapan mereka tersebut mereka merasa
bahwa apapun yang mereka lakukan adalah benar dan berusaha merampas
ataupun merebut apapun yang mereka inginkan, baik itu di Timur maupun di
Barat.
Dalam buku orang Yahudi yaitu Talmud, dituliskan: "Kami adalah bangsa pilihan Tuhan dan kami membutuhkan dua
hal dari binatang, hal pertama adalah kebuasan dan kejahanaman binatang
keempat kaki mereka dan burung-burung, sedangkan yang kedua adalah
manusia binatang yaitu bangsa-bangsa lain yang berada di Timur dan
Barat."
Dalam artikel yang lain, Syeikh Mughniyah menyebutkan kelompok Muslim
terbesar yang memiliki sumber yang sangat penting bagi dunia yaitu
minyak. Beliau mengkritik mereka yang membiarkan perilaku Rezim Israel.
Beliau juga sangat mengkritik keras perkataan yang di keluarkan oleh
Pimpinan Arab bahwa Arab memberikan bantuan terhadap Rezim Israel
dikarenakan rasa malu dan ejekkan yang dilontarkan kepada umat Islam.
Tulisan
Syeikh Mughniyah menjadi perhatian para pejabat tinggi Amerika di
Beirut. Mereka meminta beliau untuk bertemu dan berbicara langsung
dengan Presiden Amerika pada saat itu "Roosevelt". Beliau memberikan
balasan dengan mengeluarkan pernyataan bahwa: "Amerika adalah musuh bagi Islam dan bangsa Arab. Amerika-lah yang telah membawa Rezim
Israel untuk eksis sehingga tangan busuk mereka menodai darah bangsa
Palestina. Saudara-saudara kita terbunuh oleh senjata-senjata Israel
yang di dapatkan dari Amerika, dengan hal yang sudah kalian lakukan ini,
kemudian kalian ingin mengundang saya ke armada keenam kalian?"
Darah,
keberanian dan kehormatan beliau mengalir deras saat berdiskusi dengan
orang-orang dari berbagai tingkatan ini, bahkan Majalah Muharrir menulis
aksi yang beliau lakukan dalam sebuah artikel yang berjudul, "This is a dear Arab" (Inilah Seorang Arab Terhormat).
HASIL KARYA SYEIKH MUHAMMAD JAWAD MUGHNIYYAH
Sampai akhir hidupnya, Syeikh Muhammad Jawad Mughniyyah telah menulis lebih dari 60 buah buku di berbagai bidang keilmuan.
Beliau juga menulis di beberapa majalah dan koran. Buku-buku hasil
tulisan beliau digunakan oleh beberapa universitas baik di dalam maupun
di luar negeri-negeri Muslim. Beberapa buku yang beliau tulis antara lain:
1. "Nabi-Nabi Menurut Perspektif Intelektual"
2. "Al-Quran dan Ali bin Abi Thalib as"
3. "Pendekatan Terbaru Dalam Islam"
4. "Syiah dan Timbangan"
5. "Fikih Menurut Lima Mazhab"
6. "Fikih Imam Jafar Shadiq"
7. "Filosofi Tentang Asal Mula dan Akhir Dunia"
8. "Al-Quran dan Imam Husein"
9. "Bersama Pahlawan Karbala, Zaenab"
10. "Tafsir al-Kashif"
11. "Penjelasan Nahj al-Balaghah"
12. "Penjelasan Syahifah al-Sajjadiyyah"
WAFATNYA SANG AHLI HUKUM KONTEMPORER
Allamah
Muhamad Jawad Mughniyah meninggal dunia pada tanggal 19 Muharram, 1400
H. Setelah 76 tahun berjuang untuk kemajuan Islam dan usaha yang tiada
akhirnya untuk mendekatkan lima
mazhab Islam. Dua tahun sebelum kewafatannya, beliau diagnosa mengidap
penyakit hati ringan. Beliau dimakamkan di kota Najaf, pemakaman beliau
dihadiri oleh banyak ulama dan pengikut dari berbagai kalangan sosial.
Semua pusat perdagangan di Najaf ditutup pada saat pemakaman beliau.
Shalat jenazah beliau dishalatkan oleh Ayatullah Khu'i dan kemudian jenazahnya dikebumikan di sebuah tempat suci berdekatan dengan makam suci Imam Ali as. Semoga Allah memberkati arwah beliau dan catatan sejarah yang beliau toreskan akan selalu diingat oleh kita.
Sumber : IRIB
kapan si jawa mugniyah berjumpa dengan imam jakfar.. sehingga mengatakan fikih karangannya adalah fikih jakfari, murid-murid imam jakfar yang terkenal malah jadi marja' sunni. saya tidak pernah mendapat referensi si jawad dapat ilmunya dari imam jakfar.. hendaknya fikih tersebut dikasih nama fiki8h jawadiy,bukan fikih jakfary.. imam jakfar suci atas segala fitnah yang dilakukan oleh orang-orang yang mengaku pengikut beliau yang selalu menjual nama beliau
BalasHapuspenisbatan tentu berantai. ketika seseorang tak bertemu langsung dengan sumbernya, bukan berarti ia tak dianggap sebagai pengikutnya. bukan begitu ?
Hapus