11 Sep. 2012 TEMPO.CO,
Sampang–Memasuki hari ke-20 di pengungsian, Muhaimin mulai jenuh. Anak
Hamamah, warga Syiah Sampang yang tewas dalam penyerangan massa pada 26
Agustus silam, itu ingin segera kembali ke sekolah. Kegiatannya
sehari-hari adalah membantu mengurus ransum untuk pengungsi. “Ingin
sekolah biar hilang jenuh dan stres di pengungsian,” katanya Senin 10
September 2012.
Muhaimin adalah satu dari 15 anak warga Syiah yang bertahan di
pengungsian. Teman-temannya yang lain sudah diam-diam keluar dari
pengungsian sejak beberapa hari lalu. Terakhir pada Ahad lalu, lima anak
pengungsi berusia 13-14 tahun hengkang dari pengungsian yang dijaga
ketat polisi dan aparat dari Pemerintah Kabupaten Sampang.
Anak-anak warga Syiah ini pergi dengan didampingi relawan untuk
memastikan keamanan mereka. “Kami berani berangkatkan siang hari,
sebelumnya hanya malam antara magrib dan isya,” kata pemuka Syiah
Sampang, Iklil Almilal, kepada Tempo.
Keluar diam-diam dari pengungsian, kata Iklil, terpaksa dirancang
karena Pemerintah Kabupaten Sampang mempersulit izin anak-anak kembali
ke sekolah.
Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) Surabaya
mencatat, sudah 46 anak yang dibantu keluar diam-diam dari pengungsian.
“Sejak hari pertama di pengungsian, ada anak-anak Syiah yang kembali ke
sekolah, hanya kami diam-diam saja,” kata Koordinator Kontras Surabaya,
Andi Irfan, kemarin.
Sementara itu, Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Sampang, Rudi
Setiadhi, meminta agar tak ada lagi anak yang pergi diam-diam dari
pengungsian. Rudi membantah anggapan bahwa pihaknya melarang mereka
bersekolah. Dia hanya meminta syarat kepada para relawan agar setiap
orang tua menyerahkan surat kuasa kepada relawan yang akan mengantar
anak-anak Syiah ke sekolah. “Ini memang prosedurnya, akan keluar dari
GOR harus izin polisi, demi keamanan mereka juga,” katanya.
Sumber : Kontras
Sumber : Kontras
Tidak ada komentar:
Posting Komentar