Jpr, Minggu, 21-11-10
Ghadir Khum |
Kawan, tiada kata yang tepat 'tuk menggambarkan 'dia' ini. 'Dialah'
yang keras sekaligus lembut wataknya. 'Dia' suka tersenyum tapi tak
jarang 'dia' menangis. 'Dialah' 'sang pembunuh' namun 'dia' lebih
terkenal sebagai seorang penolong. Hatinya setegar gunung. Sifatnya
selembut kapas, bahkan lebih lembut lagi. Wajahnya seteduh embun pagi
yang selalu dikagumi mata para pemandang. Langkah kakinya begitu kuat,
sekuat iman di hatinya. Tutur katanya lebih menghidupkan dibanding mata
air murnih nan jernih. Ilmunya setinggi langit tapi 'dia' lebih
tawadhu' dari Luqman al-Hakim. Kudengar 'dia' pernah berkata 'aku adalah budak orang yang mengajariku meski hanya satu huruf!'
hidupnya
sederhana, meski begitu tak pernah kulihat 'dia' meminta iba orang
lain. Jangan dikira karena rumahnya yang kecil dan pakaiannya yang
begitu sederhana, 'dia' lantas tak dikenal sebagai 'sang dermawan'.
Bahkan 'dia' lebih dermawan dibanding siapapun di bumi ini!
'Dia' tak pernah berbohong, karena kejujuran adalah jalan hidupnya.
'Dia' selalu berkata benar, tapi karena itulah para musuh Allah sangat
membencinya. Kesabarannya tak kalah dengan nabi Allah Ayyub as. Maka,
jangan heran kenapa 'dia' begitu dicintai Nabi.
Dan, kawan, ini yang membuat aku yakin kalau 'dia' 'manusia sempurna'.
'Dia' tak pernah mendzalimi seorang pun selama masa hidupnya. Bahkan
dalam benaknya tak pernah terlintas keinginan untuk berbuat dzalim.
'Dia' berkata, 'demi Allah, jika diberikan kepadaku seluruh alam
semesta dan isinya untuk melakukan kedzaliman kepada seekor semut dengan
mengambil kulit biji gandum yang sedang dimakannya, pasti tidak akan
kulakukan!'
Bayangkan,
hanya seekor semut bukan manusia. Ini artinya hatinya begitu lembut,
kawan. 'Dia' belajar dari Rasulullah saww bagaimana mengasihi seluruh
makhluk Allah.
Kawan, walau 'dia' sedemikian penyayangnya 'dia' tetaplah pemberani.
Pembeda antara haq dan bathil. 'Dia' tetaplah Haidar, singa padang
pasir. Datangkan seribu pasukan perang terbaik yang pernah ada di dunia
ini, kupastikan 'dia' takkan mundur selangkah pun. Kupastikan tangan
yang begitu lembut bagi para fakir itu akan menjadi baja yang takkan
pernah berhenti untuk membantai. Atas nama keadilan 'dia' akan mati.
Ah, mungkin kau tak percaya padaku, kawan. Mana ada orang seperti 'dia'.
Kawan, 'dia' ada. Berterima kasihlah padanya, karena pukulan pedangnya
islam berdiri hingga sekarang. Kudengar kekasihnya berkata 'pukulan 'dia' pada hari itu (perang Khandaq) lebih mulia dari ibadah seluruh jin dan manusia'.
Kawan, 'dia' nyata. Cintailah 'dia'. Kudengar kekasihnya berkata, yang kata-kata ini memuat dalam al-qur'an nan suci, '...aku tidak meminta kepadamu sesuatu upah pun atas seruanku kecuali kasih sayang kepada 'dia' dan keluarganya'.
Kawan, maukah kuceritakan padamu tentang 'dia' ?
'Dia' rela mengorbankan dirinya untuk menyelamatkan nyawa kekasihnya. Tuhan semesta alam memujinya. Turunlah ayat 'dan
dari sebagian manusia ada yang menjual dirinya karena mengharapkan
ridha Allah. Dan Allah maha penyayang atas hamba-hambaNya'. Maha
benar Allah atas firman-Nya. Tahukah kau siapa kekasihnya, kawan?
Kekasihnya tak lain dan tak bukan ialah Muhammad Rasulullah saww.
Tahukah kau siapa Muhammad Rasulullah, kawan? Beliaulah kekasih Allah
'azza wa jalla. Tuhan semesta alam.
Kawan, haruskah kuceritakan padamu tentang 'dia' dan keluarganya yang
tidak makan selama tiga hari karena makanan mereka yang pas-pasan
diberikan kepada orang miskin, anak yatim dan tawanan? Tentu tak perlu,
kau bisa membacanya sendiri dalam al-Qur'an. Kitab sucimu, pedoman
hidupmu.
Kawan, seharusnya kau hadir di saat Rasul saww mengumpulkan seluruh
kaum muslimin di daerah nan gersang, Ghadir Khum. Allah swt telah
memilihnya sebagai 'penerus risalah langit' melalui lisan suci nabi-Nya.
Ya teman, demikianlah adanya. Aku tak habis pikir, mereka yang telah
membai'at 'dia' sebagai Amirul Mukminin, berani mengambil hak yang
menjadi miliknya. Sejarah terlalu kelam 'tuk diselam lebih mendalam. Tak
sanggup kulihat 'dia' dan seluruh keagungannya ditinggal umat islam.
Sendiri. Berdiri tegar. tanpa sang guru di sampingnya, menjaga agama
langit di bumi Tuhan. Hingga ajal menjemput dirinya 'dia' masih
sendirian.
Ya 'Ali Adrikna!!
Farazdaq Khaza'i
Tidak ada komentar:
Posting Komentar