Muhammad Rasulullah saww |
Ali selalu bersama Nabi saww, bak pohon dengan bayangannya sampai akhir hidup beliau yang mulia. Nabi saww berwasiat kepadanya, mengajarinya dan menyampaikan rahasia kepadanya. Dan pada detik-detik terakhir hidupnya, Rasulullah saww berkata ‘panggilkanlah saudaraku Ali.’ Saat itu, Ali sedang melaksanakan urusan yang diperintahkan oleh Nabi saww. Lalu sebagian muslim mendatangkannya. Kemudian beliau berkata kepada Ali, ‘mendekatlah kepadaku.’ Lalu Ali pun mendekat dan Nabi saww bersandar padanya. Nabi saww terus berbicara padanya sambil menyandar padanya hingga tanda-tanda sakaratul maut menghampirinya.[i] Rasul saww meninggal dunia di pangkuan Ali, sebagaimana yang dijelaskan oleh Ali as sendiri dalam salah satu khotbahnya[ii] yang terkenal.
Tak ada orang di sekitar nabi saww di saat-saat akhir kehidupan beliau kecuali Ali bin Abi Thalib as dan bani Hasyim serta istri-istri mereka. Umat mengetahui kabar wafat nabi melalui teriakan dan suara riuh yang membumbung dari rumah Rasulullah saww. Hati bergetar karena meninggalnya makhluk termulia Allah swt. Jiwa-jiwa tunduk rebah, pasrah akan takdir Allah ‘azza wa jalla, dunia telah kehilangan cahayanya.
Wafatnya nabi saww merupakan goncangan hebat yang memukul emosi kaum muslim. Madinah bergoncang. Dan yang menambah keheranan orang-orang yang berkumpul di sekitar rumah Rasulullah saww adalah apa yang dikatakan Umar bin Khatab. Sambil mengancam dengan pedang, ia berkata ‘sesungguhnya kaum munafik mengira bahwa Rasulullah saww telah mati. Demi Allah, ia tidak mati, namun ia pergi ke Tuhannya sebagaimana Musa bin Imran as.’[iii]
Umar belum juga merasa tenang sehingga Abu Bakr datang lalu masuk ke rumah Rasulullah saww. Abu Bakr membuka wajah Nabi saww lalu segera keluar seraya berkata ‘wahai manusia, barangsiapa menyembah Muhammad, maka Muhammad telah mati dan barangsiapa menyembah Allah, maka Allah hidup dan tak pernah mati.’ Lalu ia membaca firman-Nya ‘Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa rasul.’ Maka emosi Umar pun mereda, dan ia menyatakan bahwa ia tidak perhatian terhadap ayat seperti ini dalam al-qur’an.[iv]
Mereka berdua pun pergi meninggalkan jasad Nabi saww yang terbujur kaku, sedangkan Ali bin Abi Thalib as dan keluarganya sibuk mempersiapkan pemakaman Nabi saww. Ali memandikan Nabi saww tanpa melepas bajunya (sebagaimana wasiat beliau sendiri), dibantu oleh Abbas bin Abdul Muthalib dan putranya, Fadhil. Ali as berkata ‘demi ayah dan ibuku, engkau begitu harum baik di waktu hidup maupun di saat meninggal’[v]
Kemudian mereka meletakkan jasad suci Rasulullah saww di atas ranjang dan Ali berkata ‘Rasulullah adalah pemimpin kita, baik hidup maupun meninggal. Hendaklah sekelompok demi sekelompok masuk lalu hendaklah mereka menyolatinya tanpa imam lalu membubarkan diri. Orang yang pertama kali menyolati Nabi saww adalah Ali dan bani Hasyim. Sesudah mereka kaum anshar pun menyolatinya.’[vi]
Ali berdiri di hadapan Rasulullah saww sambil berkata ‘salam kepadamu wahai Nabi saww serta rahmat Allah dan berkah-Nya semoga tercurah padamu. Ya Allah, kami bersaksi bahwa beliau telah menyampaikan apa yang diturunkan kepadanya, dan beliau telah menasehati umatnya dan berjuang di jalan Allah, sehingga Allah memuliakan agama-Nya, dan kalimat-Nya menjadi sempurna. Ya Allah, jadikan kami termasuk orang-orang yang mengikuti apa yang diturunkan kepadanya, teguhkanlah kami setelahnya, dan kumpulkan kembali dengannya (di akhirat).’ Orang-orang yang hadir disitu mengamini doa Ali. Kemudian kaum pria menyolatinya, lalu kaum wanita kemudian anak-anak.[vii]
Nabi saww dikebumikan di kamar beliau. Ali turun ke makam lalu ia membuka wajah Rasulullah saww dan meletakkan pipinya di atas tanah, kemudian menguburkannya.
‘Salam bagimu ya Rasulullah di hari engkau dilahirkan, di hari engkau meninggal dunia dan di hari engkau dibangkitkan kembali dalam keadaan hidup’ []
Diambil dari buku ‘teladan abadi : Muhammad Rasulullah saww Sang Adiinsan; penyusun : the ahl-ul-bayt world assembly’ dengan sedikit perubahan kata.
Farazdaq Khaza'i
[i] Ath-thabaqat al-kubra, jld 2, hal 263
[ii] Nahjul balaghah, khotbah 197
[iii] Al-kamil fit tarikh, jld 2, hal 323; ath-thabaqat al-kubra, jld 2, hal 266
[iv] Ath-thabaqat al-kubra, jld 2, bagian kedua, hal 53-56
[v] Ibnu katsir, As-sirah an-nabawiyyah, jld 4, hal 518
[vi] Al-irsyad, jld 1, hal 187; A’yanusy-syi’ah, jld 1, hal 295
[vii] Ath-thabaqat al-kubra, jld 2, hal 191
Tidak ada komentar:
Posting Komentar