Kebrutalan Rezim Zionis |
Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) seraya meratifikasi lima resolusi anti
Israel, juga mensahkan pembentukan Komisi Pencari Fakta untuk
menyelidiki proyek pembangunan distrik Zionis di wilayah Palestina.
Sidang ke 19 Dewan HAM PBB, masyarakat internasional untuk pertama
kalinya merilis lima resolusi berturut-turut anti Israel. Mereka
mengutuk kejahatan luas serta pelanggaran nyata HAM oleh Israel di bumi
pendudukan Palestina dan Dataran Tinggi Golan.
Sementara itu, wakil dari Amerika Serikat selama perilisan kelima
resolusi tersebut berusaha keras mencegah disahkannya resolusi anti
Israel. Namun usaha Washington ini gagal setelah menuai penentangan luas
dari negara-negara anggota Dewan HAM, sehingga hanya AS yang memberi
suara menolak di resolusi tersebut.
Menurut resolusi
ini, Komite Pencari Fakta Internasional akan dibentuk oleh Dewan HAM
guna menyelidiki proyek ilegal distrik Zionis di Palestina pendudukan.
Selain itu, pemerintah Swiss juga diminta secepatnya menggelar sidang
terkait pelanggaran empat konvensi Jenewa serta mengkaji poin-poin
pelanggaran HAM oleh Rezim Zionis Israel di Palestina pendudukan.
Di sisi lain, Israel tanpa mengindahkan tuntutan masyarakat
internasional untuk menghentikan proyek ilegal pembangunan distrik
Zionis, malah berencana membangun 523 unit rumah baru di Tepi Barat.
Program ini menjadi langkah awal untuk membentuk distrik baru di dekat
distrik Gush Etzion, sebuah distrik Zionis terbesar yang dimiliki rezim
ilegal ini.
Menyusul suara mayoritas anggota Majelis
Umum PBB yang mengakui Palestina sebagai negara pengamat non anggota di
PBB, kabinet Israel menyatakan akan melaksanakan sejumlah proyek distrik
Zionis dengan bantuan dua departemen, properti dan peperangan.
Pembangunan distrik Zionis di bumi Palestina pendudukan bukan hanya
ilegal berdasarkan dua resolusi Dewan Keamanan no 242 dan 338 yang
dirilis tahun 1967 dan 1973, namun juga merupakan perbuatan anti
kemanusiaan serta bertentangan dengan konvensi empat Jenewa.
Konvensi-konvensi Jenewa meliputi empat perjanjian (treaties) dan tiga
protokol tambahan yang menetapkan standar dalam hukum internasional
(international law) mengenai perlakuan kemanusiaan bagi korban perang.
Istilah Konvensi Jenewa, dalam bentuk tunggal, mengacu pada
persetujuan-persetujuan 1949, yang merupakan hasil perundingan yang
dilakukan seusai Perang Dunia II.
Persetujuan-persetujuan tersebut berupa diperbaharuinya
ketentuan-ketentuan pada tiga perjanjian yang sudah ada dan diadopsinya
perjanjian keempat. Rumusan keempat perjanjian 1949 tersebut ekstensif,
yaitu berisi pasal-pasal yang menetapkan hak-hak dasar bagi orang yang
tertangkap dalam konflik militer, pasal-pasal yang menetapkan
perlindungan bagi korban luka, dan pasal-pasal yang menyikapi masalah
perlindungan bagi orang sipil yang berada di dalam dan di sekitar
kawasan perang. Keempat perjanjian 1949 tersebut telah diratifikasi,
secara utuh ataupun dengan reservasi, oleh 194 negara.
Berdasarkan keputusan internasional ini, Israel tidak berhak untuk
mencaplok bumi Palestina, merusak rumah warga Palestina atau mengusir
mereka dari rumah dan memaksa mereka menjadi pengungsi.
Kini setelah empat dekade penjajahan al-Quds dan Tepi Barat, seluruh
poin-poin di atas dilanggar oleh Israel. Bahkan program distrik Zionis
mempengaruhi demograsi rakyat Palestina. Pembangunan lebih dari 100
distrik dan penempatan 500 ribu warga Zionis di distrik-distrik tersebut
dengan sendirinya menjadi bukti ketidakpedulian Israel terhadap
tuntutan masyarakat internasional.
Israel selama enam
dekade menjajah Palestina senantiasa mendapat dukungan penuh dari
Amerika Serikat dan melanggar hak dasar warga Palestina. Kini setelah
pertama kalinya masyarakat internasional bertekad meminta pertanggung
jawaban Israel maka langkah tersebut dinilai sebagai tindakan positif
PBB yang dicermati mampu menjadi faktor pencegah brutalitas Rezim Zionis
Israel.
Sumber: IRIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar