Semuanya kembali ke diri kita |
Dengan datangnya bulan Shafar, sebagian
orang menganggap bahwa bulan ini adalah bulan naas, sehingga mereka
tidak melakukan acara apapun dengan alasan jangan sampai bernasib sial
dan naas.
Benarkah kebahagiaan dan kesialan
hari-hari memiliki pengaruh dalam kehidupan manusia. Untuk mendapatkan
jawabannya, mari kita telaah makna dua kata “kebahagiaan” dan “naas” ini
kemudian untuk mengkaji kebenaran dan tidaknya hari-hari naas khususnya
di bulan Shafar ini kita merujuk kepada al-Quran.
Makna bahasa kebahagiaan dan naas
“Kebahagiaan” berarti tersedianya semua
urusan dan pendahuluan ilahi untuk mencapai kebaikan dunia dan akhirat
(Raghib Isfahani, Al-Mufradat Fi Gharib al-Quran, Daftar Nasyr al-Kitab,
cetakan ke-2, 1404, hal 232), sebaliknya “naas” berarti memerahnya ufuk
bak tembaga yang merah dan panas. (Raghib Isfahani, Al-Mufradat Fi
Gharib al-Quran, Daftar Nasyr al-Kitab, cetakan ke-2, 1404, hal 232).
Naas secara istilah adalah tidak tersedianya pendahuluan dan fasilitas
urusan atau bisa juga bermakna segala hal yang buruk.
Hari-Hari Naas dalam Al-Quran
إِنَّا أَرْسَلْنَا عَلَيْهِمْ رِيحًا صَرْصَرًا فِي يَوْمِ نَحْسٍ مُّسْتَمِرٍّ
“Sesungguhnya Kami telah menghembuskan kepada mereka angin yang sangat kencang pada hari naas yang terus menerus.” (QS. Qamar: 19)
فَأَرْسَلْنَا عَلَيْهِمْ رِيحًا صَرْصَرًا فِي أَيَّامٍ نَّحِسَاتٍ لِّنُذِيقَهُمْ عَذَابَ الْخِزْيِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۖوَلَعَذَابُ الْآخِرَةِ أَخْزَىٰ ۖوَهُمْ لَا يُنصَرُونَ
“Maka Kami meniupkan angin yang
amat gemuruh kepada mereka dalam beberapa hari yang naas, karena Kami
hendak merasakan kepada mereka itu siksaan yang menghinakan dalam
kehidupan dunia. Dan Sesungguhnya siksa akhirat lebih menghinakan sedang
mereka tidak diberi pertolongan.” (QS. Fusshilat: 16)
Sebaliknya, dalam ayat-ayat al-Quran
disebutkan istilah “Mubarak atau keberkahan” sebagaimana tentang malam
“lailatul Qadar” malam penuh keberkahan.
إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُّبَارَكَةٍ ۚإِنَّا كُنَّا مُنذِرِينَ
“Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan.” (QS. Dukhan: 3)
Dengan demikian, al-Quran hanya
menyinggung pada masalah ini secara tersirat. Oleh karena itu, sampai
di sini prinsip kebahagiaan dan keberkahan sebagian hari dan naasnya
sebagian hari yang lain bisa diterima secara global.
Pendapat Allamah Thabathaba’i dan Ayatullah Makarim Shirazi tentang hari naas
Allamah Sayid Muhammad Husein
Thabathabai dalam tafsirnya terkait ayat 19 dan 20 surat Qamar berkata,
“Menurut akal, tidak bisa berargumentasi bahwa hari-hari tertentu adalah
hari naas dan hari-hari lainnya adalah bahagia. Karena setiap bagian
dari masa adalah sama satu dengan yang lainnya. Lagi pula, kita juga
tidak memiliki ilmu yang meliputi sebab akibat peristiwa, lantas kita
mengklaim bahwa hari tertentu adalah naas dan yang lainnya adalah hari
bahagia. Namun, menurut syariat, ada dua dua ayat dalam al-Quran yang
secara lahiriah dan konteksnya hanya menunjukkan hari-hari tertentu
(tujuh hari tujuh malam) ketika turunnya azab terhadap kaum Tsamud
adalah hari-hari naas, tapi tidak menunjukkan bahwa hari-hari itu untuk
pekan depan atau bulan depan dan tahun-tahun depannya hari naas.
Karena bila ketujuh hari itu adalah hari
naas, maka berarti semua hari adalah naas. Demikian juga dengan
ayat-ayat yang menunjukkan tentang hari-hari bahagia karena hari-hari
itu bertepatan dengan urusan besar dan karunia ilahi dan
pekerjaan-pekerjaan spiritual. Seperti ditetapkannya takdir, turunnya
malaikat dan ruh, pelaksanaan ibadah dan lain-lain. Dan riwayat
menunjukkan bahwa kenaasan hari karena terjadinya peristiwa-peristiwa
buruk sementara kebahagiaan hari karena peristiwa-peristiwa yang baik
yang berkaitan dengan agama dan kearifan lokal. Namun bila dikatakan
bahwa sebagain hari adalah hari naas tidak bisa dibuktikan. (Allamah
Thabathaba’i, Tafsir Mizan, Tehran, Darul Kutubul Islamiyah, cetakan
keempat, 1362 Hs, jilid 19, halaman 78-83, (ringkasan)).
Ayatullah Naser Makarem Shirazi: Menurut
akal tidak mustahil setiap hari memiliki perbedaan dengan hari-hari
yang lain. Sebagian hari adalah naas dan sebagian hari adalah
sebaliknyam yaitu bahagia, meskipun secara akal tidak bisa dibuktikan.
Namun bila menurut syariat ada dalilnya, maka bisa diterima dan tidak
masalah.”
Kemudian dalam tafsir Nemuneh beliau
mengkaji beberapa riwayat dengan mengambil jalan terbaik yaitu
menyatukan pelbagai macam riwayat yang berbeda kemudian menyimpulkannya,
“Bila hari-hari itu memiliki pengaruh, itu karena kehendak Allah. Dan
jangan sekali-kali menganggap hari itu memiliki pengaruh independen dan
tidak memerlukan pertolongan ilahi dan jangan sampai peristiwa yang
mengandung unsur kaffarah atau hukum karma akibat perbuatan buruk
seseorang dikaitkan dengan pengaruh hari tersebut kemudian berlepas diri
dari perbuatan buruk yang telah dilakukannya tersebut. (Makarim
Shirazi, Tafsir Namuneh, jilij 23, hal 41 dan 47, (ringkasan).
Riwayat Hari Naas
Pusat Studi dan Konsultasi Hauzah Ilmiah
Qom terkait pertanyaan tentang apakah para imam maksum as pernah
membicarakan tentang naas dan bahagianya hari, menjawab, “Kami banyak
menemui riwayat tentang naas dan bahagianya hari. Meskipun sebagian
besar adalah hadis-hadis dhaif, namun ada juga hadis-hadis yang
muktabar. Antara lain:
- Imam Ali as ditanya tentang hari Rabu
dan ramalan buruk dan keberatan terkait hari tersebut dan yang dimaksud
dengan hari Rabu, hari yang manakah? Beliau menjawab, “Hari Rabu akhir
bulan yang terjadi di Mihaq (Bentuk bulan pada tiga hari terakhir bulan
Qamariah dan tidak bisa dilihat). Pada hari itu Qabil membunuh
saudaranya, Habil dan pada hari Rabu ini Allah menurunkan azab angin
kencang terhadap kaum ‘Ad.” (Tafsir Nur as-Tsaqalain, jilid 5, hal 183,
hadi 25, dinukil oleh Tafsir Nemuneh, jilid 23, hal 43)
Oleh karena itulah sebagian besar para mufasir menganggap Rabu terakhir setiap bulan sebagai hari naas dan menyebutnya dengan “Arbi’a La Tadur” yakni Rabu yang tidak akan terulang lagi.
Di sebagian riwayat mengatakan bahwa
hari awal bulan adalah hari bahagia dan penuh berkah. Karena di hari itu
Nabi Adam diciptakan demikian juga hari ke 26 karena di hari itu Allah
membelah laut untuk Nabi Musa. (Tafsir Nur as-Tsaqalain, hal 105, hadi
25, dinukil oleh Tafsir Namuneh, jilid 23, hal 43. Lihat juga Mohsen
Faiz Kashani, Tafsir as-Shafi, Beirut Lebanon, Muassasah al-‘A’lami
Lilmathbuat, cetakan ke-2, 1402 Hq, 1982 M, hadis 5, hal 101-102.
- Terkait tahun baru Nouruz (hari
pertama musim semi) sekitar 20 atau 21 Maret, Imam Shadiq as berkata,
“Hari itu adalah hari penuh berkah karena pada hari itu perahu Nuh
mendarat, malaikat Jibril turun menemui Rasulullah Saw, Imam Ali menaiki
pundak Rasulullah Saw untuk menghancurkan berhala-berhala dan peristiwa
Ghadir Khum bertepatan dengan hari pertema musim semi. (Bihar al-Anwar,
jilid 59, hal 92)
Mengapa Naas dan bahagianya sebagian hari telah diterima dan diakui?
Alasannya bisa diketahui melalui beberapa hal:
1. Adanya peristiwa yang terjadi pada
hari-hari itu yang menyebabkan kebahagiaan atau kenaasan. Sebagaimana
dalam riwayat-riwayat lainnya dikatakan bahwa hari ketiga adalah hari
naas. Karena Adam dan Hawa pada hari itu dikeluarkan dari surga dan
pakaian surga mereka terlepas dari badan mereka (Tafsir Nur
as-Tsaqalain, jilid 5 hal 58, hadis 25, dinukil oleh Tafsir Namuneh,
jilid 23, hal 43), atau hari ketujuh adalah hari penuh berkah karena
pada hari itu Nabi Nuh as telah naik perahu. (Tafsir Nur as-Tsaqalain,
jilid 5 hal 61, hadis 25, dinukil oleh Tafsir Namuneh, jilid 23, hal 43)
2. Perhatian kaum Muslimin kepada
peristiwa-peristiwa yang telah terjadi di masa lalu untuk menyesuaikan
perilaku dan perbuatannya dengan peristiwa-peristiwa sejarah yang
mengandung banyak pelajaran dan menjauhkan diri dari peristiwa-peristiwa
yang merusak dan para pendirinya.
Oleh karena itu banyak riwayat-riwayat
yang mengaitkan kebahagiaan dan kenaasan hari-hari dengan sebagian
peristiwa yang baik atau tidak baik. Khususnya terkait hari Asyura. Bani
Umayah menjadikan hari Asyura sebagai hari kebahagiaan karena
beranggapan telah mencapai kemenangan dalam membantai Ahli Bait as.
Sebaliknya, riwayat-riwayat lain benar-benar melarang agar tidak
menjadikan hari Asyura sebagai hari bahagia bahkan melarang untuk tidak
menyimpan bekal untuk setahun di hari Asyura dan bahkan meliburkan kerja
dan usaha di hari Asyura dan menjauhkan diri dari apa yang dipatenkan
oleh Bani Umayah.
Dengan demikian, perhatian Islam
terhadap kebahagiaan dan kenaasan hari tujuannya adalah menghidupkan
sejumlah peristiwa sejarah yang mengandung banyak pelajaran.
3. Bertawasul kepada Allah dan meminta
pertolongan dari-Nya. Oleh karena itu banyak riwayat yang menganjurkan
untuk bersedekah, berdoa, membaca al-Quran dan bersandar kepada Allah
serta meminta pertolongannya agar menjaga dan melindungi kita di
hari-hari yang telah ditetapkan sebagai hari naas.
4. Mengajarkan kepada kita bahwa sebagian besar peristiwa yang terjadi karena kaffarah
atau hukum karma akibat perbuatan buruk seseorang. Oleh karena itu hari
itu tidak memiliki pengaruh independen sama sekali dan kita bisa
menjadikan hari naas itu menjadi hari bahagia dengan bertaubat dan
beristighfar meminta ampunan kepada Allah.
Kesimpulan
Kebahagiaan dan kenaasan hari-hari
karena peristiwa yang terjadi pada hari tersebut telah diterima dalam
Islam. Dengan tujuan supaya masyarakat perhatian terhadap peristiwa yang
telah terjadi di masa lalu dan mengambil pelajaran darinya. Untuk
menolak hari-hari naas, hendaknya bertawasul kepada Allah dan meminta
pertolongan-Nya dan jangan sampai melupakan siksa akibat perbuatan
dosanya.
Bersikap ekstrim terkait masalah
kebahagiaan dan kenaasan hari sama sekali tidak diterima dalam Islam.
Misalnya dalam melakukan segala urusan pasti harus merujuk terlebih
dahulu apakah hari ini adalah hari bahagia ataukah naas, maka pada
hakikatnya menyebabkan seseorang banyak kehilangan kesempatan untuk
melakukan sesuatu dan ini tidak bisa diterima baik oleh akal maupun
syariat.
Tidak dibenarkan melemparkan kesalahan
dan dosa kepada kenaasan hari dan sebaliknya tidak melakukan pengkajian
tentang faktor penyebab kegagalan atau keberuntungannya. Bila sudah
demikian, maka seseorang tidak lain hanya melarikan diri dari kenyataan
dan ingin menebarkan khurafat sebuah peristiwa saja.
Namun terkait bulan Shafar ini harus
dikatakan bahwa mengingat bulan ini adalah bulan wafatnya Rasulullah dan
beberapa imam maksum as, dalam banyak riwayat disebutkan bahwa untuk
menolak bala bulan ini, sebaiknya banyak-banyak bersedekah. Hal ini
bukan karena bulan Shafar ini sebagai bulan naas, tapi karena bulan ini
adalah bulan wafatnya Nabi Muhammad Saw, maka hari-hari ini adalah
hari-hari duka dan kesedihan bagi para pengikutnya.
Sumber: IRIB
Terima kasih informasinya. Kunjungi juga Primbon Jawa Online Untuk Melihat Sifat Karakter , Rejeki sampai Jodoh.
BalasHapus