Allamah Thabathabai |
- Dari semua anggota tubuh, yang paling (harus) diperhatikan adalah lidah. Kita harus menjaga lidah kita. Maksud menjaga di sini bukan menjaga kesehatan lidah, tapi menjaganya dari perkataan-perkataan yang buruk. Imam Ali as berkata, “lidah itu bak binatang buas”. Jika binatang buas dibiarkan begitu saja, maka dia akan memangsa banyak orang , begitu juga lidah. Lidah juga bisa menghancurkan banyak orang dan mencelakakan manusia. Dan yang celaka bukan hanya orang lain, tapi juga orangnya itu sendiri.
- Ketika ada himbauan untuk menjaga lidah, maka artinya kita juga harus menjaga lidah kita dalam hal yang baik. Misal, memuji. Dalam memuji sekalipun kita tetap dihimbau untuk waspada. “ketika kau memuji seseorang, kau pun tidak aman dari bahaya (dosa)”. Andaikata kita memuji seseorang (misalnya, rajin puasa) dan kenyataannya dia tak rajin berpuasa, maka, di sini kita telah melakukan kebohongan. Seandainya lagi, orang itu ahli ibadah dan memang benar adanya. Tapi, di sini, mungkin orang yang dipuji tidak siap menerima pujian. Karena dipuji, ia merasa bangga pada diri sendiri. Akhirnya, pujian itu menyebabkan riya’ dan ujub pada orang tersebut. Oleh karena itu, Rasul saw bersabda,” jika ada seseorang yang diancam dengan pisau, itu lebih baik ketimbang ada orang yang memuji dia”. Artinya, terkadang pujian itu bisa lebih buruk dari senjata.
- Meski baik, menjawab pertanyaan pun harus waspada. Walau tahu jawabannya, jangan langsung menjawabnya. Ini bukan akhlak para ulama. Allamah Thabathabai ketika mendengar orang membicarakan masalah filsafat yang merupakan keahlian beliau, beliau tak langsung angkat bicara. Tak seperti orang-orang lain yang mungkin memiliki rasa ‘pamer’.
- Kita harus selektif dalam berbicara. Seseorang pernah berkata tentang Qhadi Thabrizi, guru allamah Thabathabai, “beliau tak seperti ulama yang lain. Beliau lebih banyak diam. Beliau bahkan (karena satu dua hal) tak menjawab pertanyaan yang diajukan kepadanya”. Ada hal yang menarik dari beliau ra, bagian dalam mulut beliau lebam, seperti dipukul. Ada yang bertanya kepada beliau perihal mulut beliau, beliau menjawab, “wahai fulan, agar seseorang bisa sampai pada kedekatan kepada Allah bukanlah hal yang mudah. Hal yang kulakukan ialah, tidak banyak bicara, menahan lidahku bicara. Selama 26 tahun di masa mudaku, aku menaruh kerikil di mulutku agar tak berbicara. Kerikil itulah yang membuat mulutku lebam. Itu demi menjaga lidahku untuk tak berbicara.” Jangan heran! Sekarang susah mencari ulama seperti dahulu. Seseorang bercerita bahwa ia pernah bermimpi bertemu Rasul saw dan bertanya kepada beliau saw, kenapa ulama sekarang berbeda dengan ulama dulu, Rasul saw menjawab ulama dahulu hanya memiliki dua hukum, halal dan haram saja. Berbeda dengan ulama sekarang.
- Jika seseorang siap mendengar ucapan kita, ucapkan. Jika tidak jangan.
- Sebelum bicara harus memikirkan hasil dan efeknya terlebih dahulu.
Walhamdulillahi rabbil ‘alamin wa shallallahu ‘ala sayyidina Muhammadin wa alihit thohiriin
Jepara, 17-07-11
Farazdaq
Khaza’i
Tidak ada komentar:
Posting Komentar