Zainab, Ummul Masaib |
Ayatullah
Murtadha Muthahhari dalam sebuah ceramahnya berkata, “salah seorang di antara
wanita islam yang menjadi kebanggaan dunia adalah Zainab al-Kubra as. Sejarah
memperlihatkan bahwa berbagai kejadian berdarah dan musibah yang tidak ada
bandingannya yang terjadi pada peristiwa Karbala, telah menjadikan Zainab tak
ubahnya menjadi sepotong baja yang telah ditempa. Zainab yang keluar dari
Madinah tidak sama dengan Zainab yang kembali dari Syam ke Madinah. Zainab yang
kembali dari Syam adalah Zainab yang lebih berkembang dan telah kokoh.[i]”
Dalam
pembicaraan di atas, Syahid Murtadha Muthahhari ingin menjelaskan bahwa musibah
dan kesulitan merupakan pendongkrak kekuatan tersembunyi kita, serta penyuci
jiwa dan akhlak kita. Imam Ali as berkata, “sesungguhnya manakala Allah
mencintai seorang hamba, niscaya Allah akan menenggelamkan hamba tersebut ke
dalam berbagai musibah dan kesulitan.”[ii]
Pertanyaannya,
mengapa Allah membuktikan cinta-Nya dengan cara menenggelamkan seorang hamba ke
dalam lautan musibah dan kesulitan? Dengan kata lain, apa efek dan pengaruh
dari musibah dan kesulitan? Pertanyaan ini akan terjawab ketika kita mengetahui
filsafat musibah dan kesulitan.
Filsafat Musibah dan Kesulitan
Pengaruh dari
musibah dan kesulitan bukan hanya menjelaskan substansi jiwa manusia. Artinya,
musibah tidak hanya menampakkan dan menjelaskan hakikat jiwa kita yang
sebenarnya. Kesulitan bukanlah ‘timbangan’ yang hanya memberi tahu seberapa
berat dan berisi jiwa kita. Lebih dari itu, musibah dan kesulitan mempunyai
pengaruh menyempurnakan, mengganti, dan mengubah. Musibah dan kesulitan mampu
membuat jiwa kita lebih peka, menciptakan kedewasaan, serta menghilangkan
kelemahan. Musibah dan kesulitan mampu menghilangkan karat dalam hati kita.
Keduanya dapat membuat sesuatu yang lemah menjadi kuat, yang rendah menjadi
tinggi, dan yang mentah menjadi matang.
Ketika
menggambarkan filsafat musibah dan kesulitan yang bersifat konstruktif ini,
Mawlawi Rumi memberi contoh berikut:
“Ada seekor binatang yang bernama
musang, yang justru dengan luka pukulan kayu dia menjadi lebih gemuk
Hingga Anda memukulnya dengan
kayu, maka dia menjadi lebih gemuk dari luka pukulan kayu itu
Jiwa seorang mukmin pun tidak
ubahnya seperti musang dalam keyakinan, yang mana dengan berbagai kesulitan
justru menjadi lebih gemuk dan kuat.
Oleh karena itu, kesulitan yang
menimpa para nabi jauh lebih banyak daripada kesulitan yang menimpa seluruh
makhluk yang ada di alam ini
Supaya dengan begitu jiwa mereka
lebih besar dan kuat dibandingkan jiwa-jiwa yang lain.”
Alhasil,
filsafat dari musibah dan kesulitan bukan hanya mengukur berat dan derajat
sesuatu, namun juga menambah berat dan meninggikan derajat sesuatu. Oleh karena
itu, ketika Allah mencintai seorang hamba, Dia akan menenggelamkan hamba
tersebut dalam lautan musibah dan kesulitan.
Inilah
yang menyebabkan mengapa sayyidah Zainab binti Ali as yang keluar dari Madinah
berbeda dengan sayyidah Zainab yang kembali dari Syam menuju Madinah. Sayyidah
Zainab ketika keluar dari Madinah belum ditempa dengan kesulitan dan musibah
seperti yang dirasakannya di Karbala. Setelah sayyidah Zainab melihat dengan
mata kepala sendiri perlakuan kejam umat islam terhadap keluarganya, hati dan
jiwa mulai ditempa. Puncaknya, beliau diarak dalam keadaan dirantai dan kehausan
menuju Syam. Setelah fisik dan jiwa sayyidah Zainab ditenggelamkan oleh Allah
dalam musibah dan kesulitan, beliau telah berubah menjadi wanita yang lebih
kuat, lebih tegar, dan lebih mulia. Sejarah membuktikan bahwa ceramah-ceramah
sayyidah Zainab mampu membuat kalang kabut Yazid yang terkenal masa bodoh itu,
mampu membungkan lidah-lidah tajam ulama bayaran bani Umayyah, serta mampu
menyadarkan umat islam atas apa yang sebenarnya terjadi di Karbala.
Farazdaq Khaza’i
[i]
Ceramah Ceramah Seputar Persoalan Penting Agama dan Kehidupan, hal. 210,
Murtadha Muthahhari, penerbit Lentera.)
[ii]
Nahjul Balaghah, hikmah ke-90
Tidak ada komentar:
Posting Komentar