Dilarang Bohong! |
1. Para pendusta akan dijauhi malaikat. Rasulullah saww bersabda “ketika seorang hamba berdusta, maka malaikat akan menjauhinya sejarak satu mil akibat bau busuknya.”
Di alam malakut sana (alam di mana segala sesuatu terlihat dalam wujud
aslinya) berbohong tak ubahnya seperti bau busuk. Ketika manusia
menjauhi bangkai karena bau busuknya, maka malaikatpun juga akan
menjauhi manusia pendusta karena bau busuk yang dihasilkan dari
perbuatan dustanya.
2. Tidak mungkin keimanan bercampur dengan kedustaan. Imam Ja’far ash-Shodiq as pernah ditanya Hasan bin Mahbub, “apakah bisa seorang mukmin menjadi bakhil ?” imam menjawab, “ya”,
“menjadi pengecut ?”
“ya”
“kalau menjadi pembohong ?”
“tidak”, beliau lantas berkata, “seorang mukmin bisa saja memiliki sifat baik dan buruk kecuali berdusta dan berkhianat.” Ketika keimanan memang ada dalam diri seseorang, mustahil ia akan berdusta. Jadi, harus dipertanyakan keimanan seseorang apabila ia sering berdusta.
“menjadi pengecut ?”
“ya”
“kalau menjadi pembohong ?”
“tidak”, beliau lantas berkata, “seorang mukmin bisa saja memiliki sifat baik dan buruk kecuali berdusta dan berkhianat.” Ketika keimanan memang ada dalam diri seseorang, mustahil ia akan berdusta. Jadi, harus dipertanyakan keimanan seseorang apabila ia sering berdusta.
3. Jauhi berdusta dalam kondisi apapun. Imam Ali al-murtadha as berkata, “seorang hamba tidak akan beriman sampai ia meninggalkan kedustaan, baik serius maupun bercanda.” Imam Ali Zainal Abidin as juga pernah berwasiat “jauhilah
kebohongan kecil dan besar, saat serius atau bergurau. Karena ketika
seseorang berbohong dalam hal remeh, maka ia akan berani berbohong dalam
hal besar.” Wasiat imam Ali
Zainal Abidin ini sangat tepat. Bahkan dalam melakukan hal baik pun
kaidah di atas bisa diterapkan. Oleh karena itu, sebisa mungkin kita
harus menjaga dari kita dari berbohong. Wasiat di atas saja sudah cukup
jelas untuk dijadikan pijakan.
4.
Berbohong memiliki banyak dampak. Dalam pembahasan ini hanya disebutkan
dua dampak saja, yaitu : kekurangan rejeki dan tidak bisa salat malam.
Rasulullah saww bersabda “berbohong akan mengurangi rejeki”. Sedangkan berkaitan dengan dampak yang satunya lagi, imam Ja’far ash-Shodiq as berkata, “kalau seseorang berbohong, maka ia akan terhalang untuk melakukan salat malam (qiyamul layl).”
Dari dua dampak di atas, dampak kehilangan kesempatan untuk salat malam
jelas lebih besar dibanding yang lainnya. Karena sholat malam memiliki
pahala yang sangat tinggi yang tak bisa disamakan dengan rejeki. Maka
sungguh merugi orang yang kehilangan kesempatan salat malam karena
ulahnya sendiri.
5.
Berbohong dibolehkan dalam beberapa hal, seperti (berbohong) untuk
mencegah kemungkaran dan untuk mendamaikan dua orang yang berseteru.
Imam Ja’far ash-shodiq as berkata “berdusta
itu tercela kecuali dalam dua hal; untuk mencegah kejahatan orang-orang
zalim dan mendamaikan dua orang yang bermusuhan.” Ya, berbohong dalam dua hal ini dibolehkan (ma’fuw).
Misalkan kita berbohong kepada si ‘A’ bahwa si ‘B’ telah menyesali
perbuatannya (padahal tidak sama sekali). Begitu sebaliknya, kita
berbohong kepada si ‘B’ bahwa ‘A’ telah menyesali perbuatannya dan
mengajak damai. Hal ini tentu tak mengapa, karena niat kita untuk
mendamaikan orang.
6. Ada istilah Tauriyah. Tauriyah dibolehkan. Tauriyah yaitu si mukhotob (orang
yang diajak bicara) memahami makna lain dari perkataan kita, karena
kita membuat perkataan kita sedemikian rupa hingga si mukhotob berpandangan lain. Tauriyah ini pernah dilakukan Nabi Ibrahim as ketika menghancurkan berhala-berhala. Nabi Ibrahim as (seperti yang kita tahu) berkata, “tanyalah kepada yang paling besar ini, dialah yang telah melakukan semua ini.” Kata “yang paling besar ini”
bermakna beliau sendiri (karena beliau tentu lebih agung dibanding
berhala-berhala), tapi orang-orang mengira bahwa Nabi Ibrahim as
mengisyaratkan patung terbesar di tempat itu.
Pertanyaan : kenapa banyak pendusta yang tidak kekurangan rejeki, bukankah ini bertentangan dengan hadits diatas ?
Jawab : 1. Dalam ilmu kalam ada
istilah istidraj. Istidraj bermakna Allah menghukum hamba-Nya dengan
melalaikan hamba tersebut dari-Nya. Ketika banyak pendusta yang tidak
kekurangan rejeki ini berarti mereka sedang disiksa dengan cara
dijauhkan dari-Nya. Ingat, siksaan seperti ini memang tak dapat
disaksikan secara langsung, namun efeknya jauh lebih besar dibanding
siksaan yang bersifat materi.
2. Bisa jadi si pendusta itu juga
melakukan hal-hal yang memperluas rejekinya, seperti menyambung tali
silaturrahmi dsb. Ibaratnya, ketika seseorang meminum obat batuk untuk
mencegah batuknya, namun pada saat yang sama ia juga memakan makanan dan
meminum minuman yang menyebabkan batuk, maka obat batuk tersebut tidak
akan berjalan efektif. Begitu juga, setiap pendusta pasti kekurangan
rejeki. Namun jika ia melakukan perbuatan yang bisa memperluas rejeki
maka dampak dari berdusta tadi bisa diatasi. Namun, ini jangan kita
jadikan alasan untuk berdusta. Bagaimanapun, berdusta tetaplah hal yang
buruk, sampai-sampai, Rasulullah saww dan Ahlulbaytnya begitu menekankan
untuk tidak berdusta.
Walhamdulillahi rabbil alamin. Wa shallallahu ala sayyidina Muhammadin wa ala alihi ath-thoyyibiina ath-thohiriin.
Jpr, minggu malam, 06-03-11
Farazdaq Khaza’i
Tidak ada komentar:
Posting Komentar